Pemerintah Kenakan Biaya Tambahan Bagi Perusahaan Penghasil Emisi

  • Bagikan
Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto
Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto

Jakarta, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Pemerintah akan menerapkan biaya tambahan, bagi pembangkit listrik tenaga batubara dengan proses yang tidak efisien, atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas.

Ini termasuk pajak karbon yang akan diimplementasikan pada Juli tahun 2022, melalui skema cap-trade-tax di sektor pembangkit tenaga listrik. Skema ini, menjadi salah satu mekanisme pendanaan.

Kebijakan yang diambil Pemerintah, bagian dari Komitmen Indonesia untuk turut serta mencapai target penurunan emisi sesuai Paris Agreement dalam berbagai upaya dari segi regulasi dan inovasi mekanisme pendanaan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa pajak karbon merupakan salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon.

Hal tersebut disampaikan dalam webinar yang bertajuk “Investasi Berkelanjutan dan Perdagangan Karbon” yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta, Senin (20/06).

“Pajak karbon diterapkan sambil mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah karbon, serta ramah lingkungan,” kata Menko Airlangga.

Menko Airlangga juga menekankan. untuk mewujudkan ekonomi hijau, berbagai alternatif mekanisme pendanaan menjadi penting untuk memenuhi financing gap yang cukup besar.

“Ini dilakukan agar pendanaan tidak terbatas hanya dari APBN, misalnya melalui Green Sukuk, tetapi juga dari berbagai instrumen alternatif seperti blended finance, dan menampung dana dari swasta untuk pengembangan energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim,” Menko Airlangga.

Pemerintah, kata Airlangga, juga terus meningkatkan kerja sama pembiayaan hijau dengan beberapa lembaga internasional berupa program Energi Baru Terbarukan dan pembiayaan telah dibantu oleh lembaga donor seperti Development Finance Institution dan Export Credit Agency.

Lebih lanjut, Menko Airlangga, mengatakan penerapan ekonomi hijau di Indonesia juga telah didorong dengan Roadmap Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 yang telah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Taksonomi Hijau menjadikan Indonesia salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar hijau sebagai acuan nasional.

Menko Airlangga juga, mengatakan Bursa Efek Indonesia (BEI) didorong mempersiapkan infrastruktur, perangkat, dan instrumen, khususnya terkait dengan investasi berkelanjutan. BEI secara khusus disiapkan terlibat dalam transaksi perdagangan karbon untuk membiayai transisi pembangkit tenaga listrik batubara serta mengadopsi prinsip-prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG).

“Penguatan fundamental pasar ini akan mendorong peluang untuk merebut pasar pembiayaan hijau sehingga mendorong proses transisi menuju ekonomi hijau dapat berlangsung lebih cepat dan lebih efektif,” ujar Menko Airlangga.(ltg/fsr)

  • Bagikan