Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Perimbangan selalu jadi isu politik, kemudian jadi bola liar, setiap ada gawe politik maupun promosi pejabat. Isu ini lalu kemudian dikaitkan dengan perjanjian damai Maluku di Malino. Namun sebagian menilainya tak lagi relevan.
“Konteksnya sekarang sudah berbeda. Karena itu, bagi saya tak lagi relevan kita bicarakan perimbangan dalam setiap momentum politik, maupun promosi jabatan baik politik maupun di institusi lainnya,” ungkap Nadjir Samal, politisi PKB Maluku ini kepada ameks.fajar.co.id.
Menurut dia, isu perimbangan tidak relevan lagi dipakai. Kualitas, dan profesionalitas harus menjadi ukuran. Perimbangan bagi Samal, justru menafikan kualitas putra putri daerah ini.
“Jangan hanya karena kepentingan perimbangan, lalu kita menafikan kemampuan dan kecerdasan generasi Maluku, baik itu dalam pentas politik lokal, juga di lini pemerintahan,” tandas Samal.
Disinggung soal isu ini kerap dipakai dalam Pilkada, Samal mengaku, mungkin saat Maluku mulai pulih, ini masih relevan dipakai. Namun saat Maluku sudah damai, kata dia, bukan lagi menjadi ukuran untuk memengaruhi preferensi pilihan politik pemilih.
“Biarkan pemilih memilih, tanpa harus direcoki dengan dikotomi kandidat berdasarkan agama. Bagi saya itu tak lagi demokratis. Kebebasan pemilih untuk memilih, justru itulah esensi demokrasi,” kata Samal.
Menurut dia, sampai kapan isu-isu perimbangan ini dipakai hanya untuk kepentingan elit politik lokal. Sementara generasi dibawah tidak pernah mengenal yang namanya perimbangan berdasarkan dikotomi agama.
“Generasi kita makin bertumbuh. Mereka ini akan menggantikan kelompok tua. Apakah mereka ini juga akan disibukan dengan persoalan perimbangan?,” kata Samal.(yan)