Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Tali Crane KM Dorolonda putus. Sebuah kontanier jatuh ke laut di Pelabuhan Namlea, Pulau Buru. Disaat bersamaan ratusan ikan mati disekitar lokasi itu.
Insiden itu terjadi begitu cepat pada, Selasa(28/3/2023) dini hari. Pemerintah Kabupaten Buru turun tangan. Kontanier diangkat ke darat. Lalu dibawa ke Polres Buru, sebelum kembali digeser ke Pelabuhan Namlea lagi.
Kontainer dibuka, namun Polres Buru maupun Pemerintah belum berani mengambil kesimpulan isi dari kontainer itu. Pemerintah tiba-tiba meminta masyarakat di Namlea tidak mengonsumsi ikan.
Warga panik. Lalu muncul dugaan kalau isi dari kontainer itu, bahan kimia berbahaya, seperti sianida, merkuri, atau B3. Alasan mereka, bahan itu akan dipakai untuk melepas material pasir dan lumpur dari emas di Gunung Botak.
Dua hari setelah kontainer jatuh, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Maluku memastikan, isinya adalah bahan bangunan.
"Itu bahan bangunan, karung, terpal dan slang," ujar Kasubdit IV/Tipitfer Ditkrimsus Polda Maluku, Kompol Zulkifli saat dikonfirmasi Ambon Ekspres, kemarin.
Penegasan Andi sekaligus meluruskan informasi yang beredar jika kontainer di turunkan di pelabuhan Yosudaraso Ambon isinya bahan kimia B3 termasuk sianida.
"Periksaan tadi. Pihak ekspedisi membuka lalu kita cek isi itu, tapi satu lagi yang belum dibuka, tapi isinya juga sama itu,"tambah Andi.
Kendati demikian, penyelidikan masih terus dilakukan, termasuk telah menyurati pihak Pelni." Kita masih cari eksopedisi satunya lagi. Kita sudah menyurati orang Pelni juga tapi nggak ada di tempat makanya kita tunggu," beber Andi.
Pernyataan polisi berbeda dengan Ahli kimia Universitas Pattimura, Profesor Yusthinus Thobias Male. Male menduga ribuan ikan yang mati di Pelabuhan Namlea, Buru akibat terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun (B3).
Menurut dia, PT Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) Cabang Namlea harus bertanggung jika hasil uji laboratorium menunjukkan adanya pencemaran B3.
Pernyataan Male, berdasarkan hasil penelitiannya bersama tim terhadap sejumlah sampel ikan yang mati pasca sebuah kontainer jatuh ke laut di Pelabuhan Namlea, Selasa (28/3).
"Kalau dari indkasi awal itu ada B3. Untuk membuktikan itu perlu hasil analisis laboratorium," kata Male kepada wartawan di Namlea, Kamis (30/3) usai mengamati sampel ikan.
Menurut Guru Besar bidang kimia anorganik, itu zat kapur tidak akan berpengaruh terhadap air laut. Setelah mengamati secara saksama tubuh ikan yang mati, ia berkesimpulan hal itu disebabkan adanya Sianida (CN) di dalam tubuh ikan-ikan tersebut.
"Kapur itu panas tapi cepat dinetralisir karena ini lautan. Kecuali kapur satu gunung kita tumpahkan mendidih. Tapi sampai kalau ikan mati, indikasi awal ikan itu sulit bernafas ditunjukan dengan ingsannya yang pucat dan warnanya sedikit pudar karena kontaminasi dengan zat kimia. Yang punya ciri-ciri itu hanya Sianida (Cianida),"jelas Male yang telah meneliti dan mengeluarkan sejumlah publikasi ilmiah tentang pencemaran lingkungan oleh Merkuri di kawasan tambang Gunung Botak dan Teluk Kayeli, Namlea.
Peristiwa ini, lanjut Male, harus menjadi pelajaran bagi semua pihak agar berhati-hati dalam pengunaan B3. Sebab aktivitas pertambangan di Gunung Botak sudah berlangsung selama 12 tahun yang tak lepas penggunaan B3.
"Ini awal yang baik. Awal yang baik maksudanya untuk meningkatkan kesadaran kita semua akan hal yang sudah jadi selama 12 tahun lebih ini, supaya kita semua sadar bahwa cepat atau lambat Sianida pengaruhnya cepat hilang, tapi merkuri meracuni generasi dan membuat penduduk di pulau ini bisa musnah," pungkasnya.(ERM/WHB/AKS/YS)