Proyek Balai Pemukiman Amburadul, Uang Negara Rp24,5 Miliar ‘Hangus’

  • Bagikan
balai pemukiman maluku
Kondisi salah satu sekolah yang ditinggalkan Balai Prasarana dan Pemukiman Maluku. (Foto: ameks)

Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Proyek milik Balai Prasarana dan Permukiman Maluku yang dikerjakan dari 2021-2022 di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) senilai Rp 24,5 miliar, hanya menyisahkan gedung sekolah yang tak kelar.

Sebagaimana pernah diberitakan sebelumnya, batas waktu penyelesaian proyek tersebut akhir 2022 lalu, dengan alokasi waktu pekerjaan 240 hari kalender. Ada 13 sekolah yang dikerjakan dan tersebar di beberapa desa dan dusun.

Desa dan dusun itu diantaranya, Desa Hualoy (2 sekolah SD dan SMP), Desa Rumakai (2 sekolah SD Negeri dan SD Inpres), Desa Kamariang (1 unit SD), Dusun Pulau Osi (SD Resetleman Pulau Osi), Dusun Tiang Bendera (2 sekolah SD dan SMP), Desa Kaibobu (1 unit SD), Desa Buano (1 unit SD), dan Desa Sole (1 unit sekolah).

Dari sejumlah sekolah itu, ada 2 sekolah yakni SD Negeri 2 Tiang Bendera, dan SMP Negeri 3 Huamual Belakang yang pekerjaannya belum tuntas semua.

Koran ini telah turun langsung ke lokasi dua sekolah tersebut. Ada sejumlah fakta dan kejanggalan ditemukan. Beberapa tokoh masyarakat setempat, juga pihak sekolah mengaku binggung dengan proyek tersebut.

Pekerjaanya asal-asalan. Kualitas bahan dan pekerjaan tidak memenuhi harapan. Item pekerjaan yang dijanjikan tak dikerjakan semua secara tuntas.

Apa yang disampaikan pihak Balai Pemukiman dan Prasarana Maluku sebagaimana diberitakan media ini edisi, Kamis, 26 Januari 2023, yang mengakui proyek tersebut sudah bermasalah dari sejak proses tender memang benar adanya.

Proyek yang dimenangkan PT. Wira Karsa Konstruksi tidak dikerjakan secara tuntas. Perusahaan tersebut kemudian di black list dan tidak lagi melanjutkan pekerjaanya.

Pihak Balai Permukiman kemudian mencari rekanan untuk melanjutkan pekerjaan tersebut. Dan lagi-lagi pekerjaanya tidak dituntaskan secara baik.

Informasi yang diperoleh di lapangan menyebutkan, pekerjaan pada dua unit sekolah tersebut sudah dilakukan sejak akhir 2021. Item pekerjaan saat itu adalah pembongkaran masing-masing 3 ruang kelas.

Pekerjaan lanjutan baru dilakukan pada awal 2022. Namun beberapa bulan kemudian pekerjaan terhenti dan baru dilanjutkan lagi pada akhir 2022.

Informasi lapangan yang diperoleh pihak sekolah anggaran untuk masing-masing sekolah Rp 1,7 miliar dari total anggaran Rp 24,5 miliar. Item pekerjaanya yang dijanjikan pihak kontraktor diantaranya rehab berat 3 ruang kelas, rehab ringan 3 ruang kelas, pengadaan mobiler, dan pembangunan pagar sekolah.

Namun fakta yang terjadi di lapangan, pada SD Negeri 2 Tiang Bendera yang baru dikerjakan rehab berat 3 ruang kelas. Itupun tidak dibuat sekat ruangan, tanpa instalasi listrik, tidak dibuat rebat pada bagian belakang. Juga jendela dan pintu dipasang asal-asalan, ventilasi dibiarkan terbuka lebar. Jendela dan pintu hanya di cat dasar.

Bukan hanya itu, dinding dan tiang bangunan diplester asal-asalan, dan langsung di cat. Sementara pembangunan pagar hanya pemasangan batu bata sepanjang kurang lebih 15 meter. Sedangkan pengadaan mobiler tak lagi terdengar oleh pihak sekolah. “Kalau kita bandingkan gedung saat ini masih lebih bagus gedung lama yang dibongkar,” ujar salah satu guru.

Kondisi yang sama juga ditemukan di SMP Negeri 3 Huamual Belakang. Pekerjaan yang dilakukan hanya rehab berat 1 unit bangunan yang terdiri dari 3 ruangan dan tanpa rebat pada bagian belakang, rehab ringan 5 ruang kelas berupa pengecatan. Sementara rehab ringan pada 3 ruangan kelas belum diselesaikan pekerjaanya.

Koran ini sudah menyampaikan fakta-fakta tersebut kepada pihak Balai Prasarana dan Pemukiman Provinsi Maluku, namun tak di respons.

Seperti diberitakan sebelumnya, Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba yang ditemui Ambon Ekspres, Senin (10/4) lalu, diruang kerjanya mengatakan, terkait dengan pekerjaan proyek milik Balai Prasarana dan Pemukiman Provinsi Maluku itu batas penyelesaian pekerjaan berdasarkan kontrak adalah 31 Desember 2022.

Namun, akuinya, pada saat tenggang waktu kontrak tersebut habis, pekerjaan belum selesai Kejaksaan tetap mengacuh pada peraturan menteri keuangan untuk diberikan kesempatan penyelesaian selama 90 hari.

Namun dengan adanya hambatan penyelesaian pekerjaan tersebut, maka Kajati Maluku mengeluarkan surat perintah operasi Pengamanan Proyek Strategis (PPS) sebagai langkah untuk melakukan identifikasi potensi kendala penyelesaian pekerjaan. Meskipun demikian, jika ditemukan adanya indikasi penyimpangan agar dilakukan upaya preventif.

" Meskipun masa tenggang waktu 90 hari telah selesai, Kejaksaan tetap melaksanakan fungsinya untuk melakukan upaya preventif. Sehingga Tim PPS tetap mendorong agar pekerjaan tersebut dapat diselesaikan. Hal tersebut sesuai dengan perintah presiden," katanya. (TIM)

  • Bagikan