Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku merespons pemberitaan dugaan ketidakberesan proyek rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) tahun 2022. Proyek tersebut sampai saat ini belum diselesaikan seluruhnya.
Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Maluku, Wahyudi Kareba mengatakan, Kejati merespons dugaan ketidakberesan dalam proyek tersebut dengan membentuk tim khusus.
Tim khusus ini, sebutnya, akan mengecek dan memastikan langsung proyek tersebut di lapangan.
"Merespon pemberitaan media terkait proyek pembangunan sekolah oleh Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku, Kejaksaan Tinggi Maluku akan membentuk tim untuk mengecek hal tersebut," ujar Wahyudi Kareba saat dihubungi Senin kemarin, (22/5).
Proyek rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan di Kabupaten SBB tahun 2021-2022 itu dikerjakan PT. Wira Karsa Konstruksi dengan total anggaran Rp 24,5 miliar. Ada 13 sekolah yang dikerjakan dari anggaran tersebut. Namum ada 2 sekolah yakni SD Negeri 2 Tiang Bendera dan SMP Negeri 3 Huamual Belakang belum tuntas dikerjakan.
Kareba menegaskan, jika nanti tim ini menemukan indikasi atau fakta pada proses pekerjaan proyek tersebut mengarah pada tindak kejahatan korupsi maka Kejaksaan Tinggi Maluku akan menindaklanjuti ke proses hukum.
Sementara disinggung terkait informasi adanya elit Kejaksaan Tinggi atas nama Sunoto yang sudah menemui pihak PT. Wira Karsa Konstruksi membicarakan solusi terkait pekerjaan proyek dimaksud, Kareba enggan mengomentari.
Diberitakan sebelumnya, dugaan ketidakberesan pada proyek rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan milik Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku tahun 2021-2022 di Kabupaten SBB senilai Rp 24,5 miliar itu sudah dicairkan semua. Padahal masih ada 2 sekolah pekerjaan penunjang belum dituntaskan
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku, Iwan mengaku, persoalan terbengkalainya pekerjaan tersebut karena pihak kontraktor dan PPK lama telah mengabaikan tanggungjawabnya. Di satu sisi anggaran proyek tersebut sudah dicairkan 100 persen oleh mereka.
Iwan membeberkan, dugaan ketidakberesan proyek tersebut sudah terjadi pada masa PPK lama dipimpin Fadli tahun 2021. Sementara dirinya baru ditunjuk menggantikan Fadli sebagai PPK di proyek tersebut pada akhir
2021.
Bukan hanya itu, beber dia, PPK lama di zaman Fadli juga meninggalkan hutang kepada pihak rekanan yang mensuplai logistik bangunan sebesar Rp 900 juta.
Diketahui, saat itu PPK yang sebelumnya dengan PT. Wira Karsa Konstruksi telah menggandeng salah satu pengusaha lokal di SBB untuk menyuplai logistik. Pengusaha tersebut diketahui bernama Rahmat Basiha yang juga anggota DPRD SBB.
"Rahmat Basiha merupakan korban dari Fadli selaku PPK sebelumnya. Rahmat bekerja dengan Fadli dalam menyuplai material untuk pekerjaan proyek tersebut," jelas Iwan.
Hutang Rp 900 juta itu, akui dia, baru terungkap setelah Rahmat mengadu ke Balai Pemukiman terkait pembayaran harga material yang telah disuplai untuk pekerjaan proyek tersebut. "Saat itu baru Rp800 juta yang dilunasi, masih ada Rp100 juta yang belum," bebernya.
Atas persoalan tersebut, dia mengaku bersama salah satu elit di Kejati bernama Sunoto pernah mengunjungi PT Wira Karsa Konstruksi untuk mencari solusi terhadap penyelesaian proyek tersebut.
Kemudian dari hasil pertemuan tersebut dibuatlah kesepakatan bahwa haji Amir sebagai Direktur PT. Wira Karsa memberikan kuasa kepada Direksi Darson Basiha untuk menyelesaikan sisa pekerjaan proyek.
Dalam kelanjutan pekerjaan proyek tersebut, Rahmat Basiha diberikan tanggungjawab untuk menyuplai material karena sebelumnya dia sebagai penyuplai meterial. (YS)