AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID -Kehadiran PT. ORMAT Geothermal Indonesia, perusahaan panas bumi terbarukan mulai mengusik warga adat di Desa Wapsalit, Kecamatan Lolongguba, Kabupaten Buru. Pihak perusahaan tersebut diduga berupaya mengusir masyarakat adat di delapan desa yang tinggal di dekat lokasi eksplorasi panas bumi.
Perusahaan yang dipimpin Dion Murdiono, itu ditunjuk oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan menggandeng CV. Bumi Namrole untuk Pelaksanaan Penugasan Survei Pendahuluan dan Eksplorasi (PSPE) panas bumi di Desa Wapsalit, Kecamatan Lolong Guba sejak pertengahan 2022 lalu. Eksplorasi awal dikaukan di tiga sumur yang ditentukan untuk mencari sumber panas bumi.
Namun, seiring waktu, aktivitas pengeboran yang dilakukan saban hari mengganggu kenyamanan warga setempat karena dengan dekat permukiman. Masyarakat khawatir sehingga mengungsi ke lokasi yang agak jauh dari lokasi pengeboran.
Warga adat dari Soa Soar Pitu Soar Pa Petuanan Kaiyeli menolak kehadiran PT. ORMAT Geothermal Indonesia. Mereka khawatir dampak kesehatan dan lingkungan yang akan ditimbulkan dari aktivitas perusahaan tersebut.
Selain itu, mereka juga mengklaim lokasi proyek tersebut berada di dalam wilayah adat. Bahkan, pada 23 Juli 2023 warga sasi lokasi PT. ORMAT Geothermal Indonesia di petuanan Kaiyeli.
“Ini merupakan tanah keramat kami sedari leluhur dan tete nenek moyang yang selalu kami jaga. Tapi kenapa PT. ORMAT Geothermal Indonesia. Kami dari tokoh adat Soar Pitu Soar Pa menolak keras PT. ORMAT Geothermal Indonesia,”tegas Yohanis Nurlatu, selaku kepala Soa lewat akun media sosial resmi Sasi Kepulauan Buru, kelompok aktivis yang mengadvokasi masyarakat.
Sementara itu, Ketua Front Mahasiswa dan Pemuda Adat Buru (FMPAB) Muhammad Taib Warhangan, mendesak pemerintah daerah Kabupaten Buru mengambil langkah tegas terhadap PT Ormat Geothermal Indonesia (OGI) yang diduga belum mengantongi izin Amdal. Menurut dia, kehadiran perusahaan asing itu membawa dampak negatif bagi masyarakat sekitar.
"Hal ini tidak bisa dibiarkan. Selaku perwakilan masyarakat adat Buru, kami mengecam keras dan mendesak bupati agar mengambil langkah tegas,” ungkap Taib kepada Ambon Ekspres, Kamis (9/8).
Taib menyatakan, akibat eksplorasi panas bumi di Desa Wapsalit menyebabkan konflik dan segregasi terhadap masyarakat adat. Masyarakat menjadi resah, tetapi dibuat seakan-akan tidak ada masalah.
Bahkan seiring berjalannya waktu, setelah dilakukan advokasi, ditemukan kalau warga yang berada di sekitar perusahaan diduga telah disuruh mengungsi. “Ibu-ibu di sana sampai menangis. Bayangkan, katong (kita) disuruh keluar dari kampung sendiri, ” jelasnya.
Taib menegaskan, dugaan pengusiran itu tidak dapat diterima karena melanggaran hak asasi manusia.
“Itu perusahaan asing, kita sebagai warga Indonesia. Jangan dikira tangisan seorang ibu di sana itu hal yang biasa. Tidak boleh seperti itu. Saya kira kalau hari ini presiden dengar, maka beliau pun akan marah, ” sambung Taib.
Pengacara muda ini mengakui, masalah yang ditimbulkan oleh PT OGI telah dilaporkan ke Presiden, DPR RI, Mabes Polri, dan Ombudsman RI di Jakarta melalui perwakilan toko masyarakat dan toko adat.
Desakan ini juga sudah disampaikan bersama pemerintah daerah melalui pertemuan singkat dengan Penjabat Bupati Buru Djalaludin Salampessy, pada Rabu 9 Agustus 2023.
Dalam pertemuan itu, kata Taib, FMPAB bersama perwakilan masyarakat adat Soar Pito Soar Pa menyampaikan tuntutan dan meminta pihak Pemda Buru mengambil langkah tegas dan mengeluarkan PT OGI dari Pulau buru.
Menanggapi tuntutan itu, Penjabat Bupati Buru Djalaludin mengatakan, perizinan yang luasannya di atas 5 hektar dan investasi modal besar adalah tugas dan tanggung jawab pemerintah pusat.
Sementara terkait dengan dugaan pelanggaran HAM dan permintaan ditutup eksplorasi PT OGI, Djalaludin menyarankan pemuda adat menyiapkan bukti-bukti terkait pengusiran warga desa baik dalam bentuk foto, video, maupun audio.
“Itu dibuktikan lalu kita sampaikan melalui surat resmi. Sebab Kita tidak bisa menyampaikan secara lisan, ” ucap Taib mengutip pernyataan Penjabat Bupati Djalaludin.
Meski begitu, masyarakat sudah terlanjur kesal sebab sejak ada keluhan masyarakat adat yang berujung pada aksi demonstrasi dan sasi lahan adat oleh masyarakat beberapa waktu lalu sampai saat ini, Pemkab Buru belum pernah mengunjungi dan melihat langsung aktivitas yang terjadi di lokasi eksplorasi PT. OGI.
"Tidak ada ada perwakilan pemerintah untuk melihat dan tinjau langsung ke lokasi. Jadi, selaku perwakilan masyarakat adat, kami sangat berharap ada upaya pemerintah untuk menindaklanjuti dan mencari solusi untuk masalah ini,”pungkasnya. (TAB)