AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Sandro Nendisa dan Rian Gusye Souisa, dua oknum anggota polisi membantah dakwaan Jaksa Penuntut umum (JPU) atas dugaan kasus tindak pidana kekerasan seksual. Bantahan ini disampaikan saat memberikan keterangan dalam persidangan di pengadilan Negeri Ambon, Selasa (21/11/2023).
Persidangan yang digelar tertutup itu dipimpin hakim Ketua Haris Tewa. Kepada majelis hakim, keduanya mengaku bahwa kejadian sebenarnya tidak seperti yang disampaikan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum soal adanya kekerasan seksual yang dilakukan terhadap korban MS.
Dalam dakwaan Jaksa Arif M. kanahau, kedua terdakwa ini diduga melanggar pasal 6 huruf a Undang-undang RI Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana kekerasan Seksual Junto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHPidana.
Namun dakwaan JPU kejaksaan Tinggi Maluku itu dibantah. Keduanya beralibi bahwa kasus ini tidak ada kekerasan seksual melainkan suka sama suka dan menuding, kalau korban MS sendiri yang memancing keadaan dengan menunjukkan tatonya di punggung. Hingga berujung pada hubungan badan seperti yang didakwakan Jaksa Penuntut umum.
"Pertama MS menunjukkan tatonya ke kita. Dia juga bilang kalau sedang terburu-buru untuk kerja. Usai berhubungan, MS kemudian meminta uang ke kita. Saat itu, Sandro Nendisa tidak membawa uang. Dia lalu kembali ke kantor ambil uang untuk diberikan ke MS, ujar Kedua terdakwa.
Sementara terkait dengan kekerasan, terdakwa Sandro mengatakan, kalau tindakan itu dilakukan dengan refleks usai memberikan uang kepada korban MS, sontak tangannya mengenai wajah korban yang menurutnya bukan suatu kekerasan.
Usai mendengarkan keterangan kedua terdakwa, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Sebagaimana dalam dakwaan Arif M. Kanahau menyebutkan, tindak pidana yang dilakukan terdakwa Sandro Nendisa alias Ando dan Rian Gusye Souisa,(sidang terpisah) itu terjadi Senin, 19 Juni 2023, sekitar pukul 19.00 WIT, tepatnya di kamar nomor 212, Hotel Budget,bkawasan Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
Keduanya mengajak dua teman seprofesinya mengkonsumsi minuman keras ( Miras) di dalam kamar Hotel tersebut. Akibat dipengaruhi miras, dua temannya memilih pulang ke rumah, sedangkan kedua terdakwa Sandro Nendisa dan Rian Gusye Souisa melanjutkan pesta miras itu.
Merasa tidak puas dengan suasana miras saat itu, terdakwa Rian Gusye Souisa berinisiatif menelpon korban MS, dan mengajak agar ikut serta dalam pesta miras bersama keduanya terdakwa.
Setibanya korban di kamar hotel, kedua terdakwa lalu meminta korban untuk menunjukan tato di punggung korban yang baru saja dibuat. Dari situlah terjadi kekesan seksual yang dilakukan ke dua terdakwa terhadap korban MS.
Tidak terima dengan perlakuan bejat ke dua terdakwa. Korban kemudian melaporkan kejadian tersebut ke kantor Polisi melalui satuan Propam Polda Maluku untuk memproses perlakuan bejat ke dua terdakwa. (YS)