Senin ( 27/11) tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden beserta pimpinan partai politik sepakat mendeklarasikan pemilu damai di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mereka juga menyuarakan keinginan agar selain damai, pemilu 2024 ini bisa berjalan tanpa ada kecurangan. Ketiga pasangan Capres/Cawapres ini bahkan sepakat pemimpin yang terpilih nanti harus benar-benar pemimpin pilihan rakyat.
Meski optimis pemilu 2024 ini bisa berjalan dengan damai, namun salah satu pasangan calon presiden, Anies Baswedan dalam sambutan saat Rakornas Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang digelar Bawaslu, Senin (27/11) mengungkapkan keresahan akan potensi ketidakjujuran dan kecurangan pada penyelenggaraan Pilpres dan Pileg.
"Ada penurunan kepercayaan dari masyarakat menjelang pemilu ini. Mari kembalikan kepercayaan rakyat kepada penyelenggara pemilu. Tentu saja dijawab dengan netralitas dan dijawab dengan konsistensi sehingga kecurigaan yang berkembang di masyarakat bisa pupus,"
Netralitas memang menjadi salah satu potensi masalah yang sering muncul dalam setiap gelaran Pemilu. Dan yang paling banyak disorot soal netralitas adalah para ASN dan TNI/Polri.
Bawaslu mendapat amanah melakukan pengawasan dan penindakan terhadap netralitas birokrasi, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 93 huruf f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU 7 Tahun 2017), “Bawaslu bertugas mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia”.
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengharuskan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara berposisi netral, bebas dari intervensi semua golongan dan partai politik.
Namun sangat disayangkan, sejumlah perangkat desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI), pada Minggu, (19/11) lalu menggelar silahturahmi nasional di GBK, dengan mengundang Calon Wakil Presiden, Gibran Rakabuming. Para peserta bahkan secara terang-terangan mengenakan kostum bergambar Prabowo-Gibran.
Terkain kegiatan tersebut, pihak penyelenggara acara kini sudah dilaporkan ke Bawaslu, dan sementara dalam proses pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran Pemilu. Bawaslu sebagai pengawas Pemilu juga diharapkan lebih tegas dan serius jika ada potensi pelanggaran. Jangan sampai publik berkesan bahwa Bawaslu 'lembek' terhadap salah satu pasangan calon ataupun Parpol.
Kalau kita lihat, salah satu penyebab keberpihakan ASN pada peserta pemilu dan pemilihan tertentu adalah kepentingan karier. Mereka biasanya didekati oleh 'politisi' yang dekat dengan kekuasaan dan dijanjikan kedudukan dan jabatan tertentu.
Ketidaknetralan ASN tentunya akan sangat merugikan negara, pemerintah dan masyarakat. Karena apabila ASN tidak netral, dampak yang paling terasa adalah ASN tersebut menjadi tidak profesional dan justru target-target pemerintah di tingkat lokal maupun di tingkat nasional tidak akan tercapai dengan baik.
Hal yang sama juga terjadi di tubuh TNI/Polri. Belakangan ini bahkan santer terdengar banyak aparat di lapangan yang diduga bekerja buat kemenangan salah satu pasangan calon. Namun Kapolri, Jendral Listyo Sigit Prabowo memastikan bahwa pelanggaran itu tak terjadi. Kapolri bahkan secara formal sudah mengirim perintah kepada anak buahnya untuk tidak memihak salah satu pasangan calon.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap TNI/Polri dalam pemilu 2024 ini memang harus dijaga. Bayangkan, jika terjadi kisruh saat proses pemilihan, sementara TNI/Polri memihak ke salah satu pasangan calon, tentu akan menimbulkan gejolak yang lebih besar. Kelompok yang merasa dirugikan, tentu akan menganggap TNI/Polri sebagai musuh.
Netralitas TNI/Polri dalam pemilu memang hal yang mutlak. Pasal 10 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri mengharuskan Polri bersikap netral dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri mengatur hal yang sama. Tugas pokok lembaga itu adalah menjaga keamanan, ketertiban, dan kelancaran proses demokrasi.
Publik juga dituntut untuk bisa bersama-sama mengawasi berbagai macam kecurangan, terutama netralitas aparat negara. Semua orang harus berani melaporkan jika terjadi pelanggaran atas netralitas dalam pemilu. Media sosial bisa menjadi sarana efektif buat menunjukkan bukti ketidaknetralan. Jaringan saksi dan pemantau pun perlu diperkuat untuk bisa memastikan tidak terjadi penyelewengan pada hari pemungutan suara. Jika perlu, pemantau pemilu asing perlu diberi ruang untuk ikut mengawasinya.
Semua pihak perlu ikut memastikan agar negara tidak menanggung bahaya ketidaknetralan aparat dalam pemilihan umum.