Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Sebanyak 35 anggota DPRD Kota Ambon diadukan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, terkait amburadulnya pengelolaan Dana pokok pikiran Tahun 2021 dan 2022.
“Terlapor yang kami maksudkan diatas, diduga telah merugikan keuangan daerah, atau setidak-tidaknya melakukan suatu kompromi untuk meraup keuntungan atas pengelolaan Dana Pokir Tahun 2021 dan 2022,” ungkap Koordinator wilayah LSM Lira, Yan Sariwating dalam laporannya ke KPK.
Yan mengungkapkan, di tahun 2021, ada 361 paket proyek dengan skema Pengadaan Langsung (PL). Masing-masing proyek dengan nilai nominal dibawah Rp. 200 juta.
“Dari 361 proyek PL ini, sebagian besar yaitu sebanyak 321 proyek, merupakan usulan Pokok-Pokok Pikiran (POKIR) DPRD dengan total anggaran senilai Rp.55.6 miliar,” ungkap dia.
Menurut Yan, dengan anggaran sebesar Rp.55.6 miliar untuk 321 proyek, maka masing-masing anggota DPRD mulai mengatur strategi supaya proyek-proyek ini bisa mereka kelola sendiri.
“Padahal mereka harus tahu bahwa dalam manajemen pengelolaan dana Pokir, area ini menjadi sisi rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Apalagi ada ketegasan dari KPK dan harus dipatuhi, bahwa anggota DPRD tidak punya hak dan wewenang untuk mengelola dana pokir, itu menjadi kewenangan Pemkot Ambon,” ungkap Yan.
DPRD, menurut Yan, hanya mengawasi pelaksanaan dan realisasinya. Akibatnya proyek-proyek yang ditangani anggota DPRD melalui dana Pokir menjadi masalah dan berpotensi terjadinya perbuatan tindak pidana korupsi.
“Pekerjaan PL ternyata membawa dampak serius atas sejumlah pelanggaran, yang dilakukan oleh anggota DPRD,” tandas Yan.
Yan merincikan, dalam proses pengajuan dan penetapan pekerjaan PL, tidak ada proposal, namun semuanya diusulkan langsung oleh anggota DPRD.
Kemudisn, dari 321 proyek Pokir, ada 24 proyek yang dikerjakan amburadul tidak sesuai dengan spek, berakibat pekerjaan tidak bermutu bahkan ada yang kurang volume, dan berpotensi terjadi kebocoran keuangan daerah dengan akumulasi sebesar Rp. 500 juta lebih.
“Dalam proses penetapan kontraktor pelaksana, DPRD berlaku sangat diskriminatf, bahkan terkesan tidak adil. Ada satu orang kontraktor bisa mengerjakan 4 hingga 5 proyek dalam 1 desa/negeri,” kata Yan.
Yan mencontohkan, di Desa Tawiri ada 5 proyek pekerjaan drainase, dikerjakan hanya oleh CV Excel Pratama ( EP ) dengan akumulai dana sebesar Rp.800 juta lebih.
Selain itu, di Desa Halong ada 4 proyek pekerjaan drainase dikerjakan hanya oleh CV. Puteri Kembar Permai (PKP), dengan akumulasi dana sebesar Rp.400 juta lebih.
“Begitu juga di lokasi yang lain ada 5 proyek pemasangan lampu jalan, hanya dikerjakan oleh CV. Panamas dengan akumulasi dana sebesar Rp.700 juta lebih. Begitu juga dengan CV. Barestu yang mengerjakan 4 proyek lampu jalan, kemudian 4 proyek penahan badan jalan dikerjakan hanya oleh CV. Soepandji,” beber Yan.
Dana sebesar Rp. 55.6 miliar, kata dia, digunakan hanya untuk memenuhi usulan dari anggota DPRD berupa Pokir dewan dan dipakai sebagai PL, dimana semuanya berupa paket proyek seperti pembuatan drainase, talud, lampu jalan, jaringan air bersih dan lain lain.
“Dari anggaran PL sebesar Rp55.6 miliar, ternyata sampai dengan selesai tahun anggaran 2021, realisasi pembayaran proyek hanya sebesar Rp.13.2 miliar, sehingga sisanya sebesar Rp. 42.4 miliar lebih, merupakan gagal bayar, akibatnya menjadi hutang Pemkot Ambon,” kata Yan.
Hal tersebut menegaskan, bahwa perencanaan dan realisasi PL tidak mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan ketersediaan anggaran.(yani)