Duet HL-SA tak bisa Dipaksakan, Pengamat: Cacat Hukum dan Etis

  • Bagikan
Gubernur Maluku
Sherlock Halmes Lekipiouw.

Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Duet pasangan Bakal Calon (Balon) Hendrik Lewerissa(HL)- Said Assagaff (SA) tak bisa dipaksakan. Alasan aturan menjadi hal utama, pasangan ini harus menguburkan niatnya untuk mencalonkan diri.

Dosen hukum tata negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Pattimura (Unpatti), Sherlock Halmes Lekipiouw, mengatakan regulasi mengenai boleh atau tidaknya seorang mantan kepala daerah mencalonkan diri sebagai wakil kepala daerah pada tingkatan yang sama, sudah menjadi isu yang lama diperdebatkan.

Hal ini, menurut dia, terkait dengan perkara nomor 80/PUU-XIII/2015 dan perkara nomor 105/PUU-XIII/2015 yang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).

Perkara nomor 80/PUU- XIII/2015, kata dia, diajukan oleh dua orang mantan kepala daerah yang juga mantan terpidana kasus korupsi, Ismeth Abdullah dan I Gede Winasa.

“Mereka mengajukan uji materi Pasal 7 huruf g dan Pasal 7 huruf o UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPenggantiUndang- Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang(UU Pilkada),” kata Sherlock.
Kala itu, kata dia, Ismeth disebut- sebut bakal maju sebagai calon Wali Kota Batam pada pilkada serentak 2015. Padahal, Ismeth pernah menjabat Gubernur Kepulauan Riau.

“Sementara Adapun Gede Winasa merupakan mantan Bupati Jembrana, Bali, dan pada pilkada tahun ini ingin maju sebagai wakil bupati. Keduanya menilai, adanya pembatasan dalam ketentuan tersebut merupakan suatu bentuk diskriminasi,” kata Sherlock.

Mereka juga, kata dia, berpendapat ketentuan Pasal 7 huruf o memiliki ketidakjelasan tafsir. Namun, MK menolak seluruh gugatan yang mereka ajukan. MK menganggapnya bertentangan dengan undang- undang jika seseorang yang pernah menjabat gubernur, wakil gubernur, wali kota, serta bupati mencalonkan diri untuk mengisi jabatan di bawahnya.

Olehnya itu, menurut Sherlock, jika keinginan Said Assagaff maju sebagai calon wakil gubernur sebatas wacana maka itu bagian dari dinamika dan dialetika demokrasi. Namun bila tetap memaksakan kehendak pasti bermasalah secara hukum maupun etis.

“Namun jika kemudian itu mau dipaksakan tentunya tidak saja bermasalah secara normatif (hukum) tetapi juga bermasalah dari segi etis yang terkesan sebagai sarana untuk mendapatkan kekuasaan semata-mata, dan tentunya memberikan dampak terhadap iklim pemerintahan,”jelasnya. (tajudin)

  • Bagikan

Exit mobile version