Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Penangguhan penahanan terhadap Adam Rahayaan, sah, dan diatur dalam KUHP maupun KUHAP. Hanya saja penangguhan itu dipakai Adam ke Jakarta, ikut proses Pemilihan Walikota Tual.
Dalam surat penangguhan terdakwa korupsi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) tahun 2016, dan 2017, disebutkan alasannya, ijin berobat, dan menghadiri pernikahan anaknya.
Informasi yang diterima ameks.id, kedatangan Adam Rahayan ke Tual, tidak untuk menghadiri pernikahan anaknya. Dia juga tidak sedang menjalani pengobatan, namun justru menerima rekomendasi untuk maju di Pilwakot Tual, dari Gelora, dan Demokrat.
Koordinator Komisi Yudisial (KY) Wilayah Maluku, Amier Latuconsina yang dimintai pendapatnya soal penangguhan yang dikeluarkan PN Ambon, mengatakan penangguhan itu diatur dalam KUHAP pasal 31, KUHP pasal 221 dan peraturan pemerintah tentang pelaksanaan No. 27 Tahun 1983 KUHAP.
“Dimana penangguhan penahanan itu Hak bagi semua orang yang sedang menjalani masa tahanan. Namun penangguhan penahanan itu punya syarat yang harus ditaati oleh terdakwa,” kata Latuconsina.
Syarat itu, kata dia, seperti terdakwa wajib melapor, terdakwa tidak boleh keluar rumah, dan terdakwa tidak boleh keluar kota. Hal ini bisa dilakukan terdakwa setelah mendapat izin dari pengadilan.
“Selain syarat di atas, penangguhan penahanan juga membutuhkan jaminan berupa Uang dan jaminan orang (keluarga dekat),” ungkap Latuconsina.
Kuasa hukum Adam Rahayan, Hamid Fakaubun, beralasan, semua syarat penangguhan penahanan kliennya telah dipenuhi.
Soal Adam ikut Pilwakot, Fakaubun merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No. 71/PUU-XIV/2016. dalam putusannya, Mahkamah memberi penegasan bahwa terpidana atau terdakwa masih boleh mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah selama tindak pidana yang ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara.
“Kecuali, terpidana atau terdakwa yang tindak pidananya ancaman hukuman penjara 5 tahun atau lebih dan tindak pidana korupsi, makar, teroris, mengancam keselamatan negara, memecah belah NKRI,” kata dia.
Dia juga menyinggung, PKPU Nomor 8 tahun 204
Tentang pencalonan Gunernur, Bupati/Walikota, Sebagai petunjukan teknis untuk pemilihan kepala daerah, tidak menemukan satu pasal atau satu frasa di dalam PKPU yang melarang seorang terpidana atau terdakwa mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah.
Soal kasus yang menjerat kliennya, Hamid mengungkapkan, fakta persidangan 90 persen berbeda dengan yang dituduhkan kepada kliennya. Kata dia, kasus ini dipaksakan dan sengaja dimainkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengkriminalisasi Adam Rahayaan.
“Keliru dan salah bila klien kami Adam Rahayaan dituduh salah menggunakan haknya untuk kepentingan politik, sebab kami berjalan di diatas rel hukum bukan berlandaskan politik,” kata dia beralasan.
Sementara itu, Juru Bicara Pengadilan Negeri Ambon Rahmat Selang mengatakan, terdakwa sebelumnya mengajukan permohonan penangguhan penahanan dengan alasan sakit dan harus berobat.
Ia membantah, Adam mengajukan permohonan penangguhan penahanan karena akan menghadiri acara pernikahan anaknya.
"Tidak begitu (anak nikah), di surat permohonannya tidak begitu, jadi waktu kuasa hukumnya datang mengajukan itu saya tanyakan kuasa hukumnya dan permohonan itu karena dia (Adam) sakit jadi mau berobat," kata Rahmat kepada wartawan di Pengadilan Ambon, Senin (26/8/2024).
Menurutnya atas pertimbangan tersebut, Pengadilan Ambon kemudian mengabulkan pengajuan penangguhan penahanan terdakwa. Untuk memenuhi syarat pengajuan penangguhan penahanan, Adam pun menjadikan istrinya dan dua kuasa hukumnya sebagai jaminan.
Selain itu Adam juga memberikan uang jaminan sebesar Rp 100 juta. "Jaminannya itu istri dan dua pengacaranya, dengan uang penangguhan itu Rp 100 juta," ujarnya.
Saat ini terdakwa Adam telah menjalani proses persidangan, dan akan masuk pada tahap pembacaan tuntutan di pengadilan.
"Nah uang jaminan itu apabila dia melarikan diri atau tidak datang di persidangan maka akan digunakan untuk mencari dia," katanya.
Saat disinggung terdakwa memanfaatkan penangguhan penahanan untuk kepentingan politik, Rahmat mengaku tidak tahu menahu soal itu.
Ia mengatakan pengadilan hanya berusaha untuk memenuhi hak setiap terdakwa yang telah diatur dalam aturan perundang-undangan.
"Kalau pengadilan kan tidak melihat pada politiknya tapi kepada hukum yang berlaku, hak-hak dia itu terpenuhi pada KUHAP tidak kan begitu,".
"Jadi begini karena dia punya permohonan itu semata-mata untuk berobat dan pertimbangan kemanusiaan maka diberikan. Kedua di perkara ini sudah tidak ada pembuktian lagi tinggal penuntutan kalau misalnya dia terbukti bersalah berarti dihukum," ungkapnya.(yani)