Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID – Langkah Welhelmus Jawerissa yang juga Ketua DPD Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Maluku mengeluarkan larangan bagi umat Buddha selain yang berafiliasi dengannya untuk beribadah di Vihara, langsung disikapi Lurah Benteng, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, David Fenanlampir.
Informasi yang diterima ameks.fajar.co.id, Ketua Walibu Maluku, memerintahkan pemasangan spanduk di pintu masuk Vihara. Welhelmus dalam spanduk itu mengklaim, vihara itu milik Yayasan Vihara Suarna Giri Tirta.
Karena itu, dalam spanduk tersebut yang mengatasnamakan Kuasa Hukum Yayasan Vihara Suarna Giri Tirta, melarang mereka yang berafiliasi dengan Parmabudi atau majelis lain dilarang melaksanakan kegiatan apapun di lokasi tersebut.
Langkah ini didasarkan pada keputusan hukum, yaitu putusan PTUN Jakarta, PT TUN Jakarta, hingga Mahkamah Agung (MA), yang membatalkan pendirian badan hukum Yayasan Vihara Swarna Giri Tirta.
Spanduk itu dipasang pada 28 Desember 2024, saat Umat Budha akan melakukan ibadah di Vihara Suarna. Spanduk itu kemudian ditanggalkan oleh penyuluh Umat Budha.
Namun kemudian pada tanggal 30 Desember 2024, spanduk itu dipasang lagi. Penyuluh Umat Budha Triyo Widodo yang menetap di Vihara untuk kepentingan pelayanan, justru diusir dari lokasi tersebut.
Kasus ini kemudian dilaporkan ke Kelurahan. Lurah Benteng, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, David Fenanlampir yang mendapat laporan tersebut, bersama Babinkamtibmas, dan Babinsa Benteng langsung ke Vihara.
“Saya langsung naik, karena itu menyangkut dengan pelarangan orang melaksanakan ibadah. Saya tidak ada urusan dengan persoalan sengketa atau apapun. Yang saya lakukan, semua orang harus bebas beribadah di tempat ibadahnya,” kata David saat dikonfirmasi ameks.fajar.co.id, Rabu (22/1/2025).
David kemudian memerintahkan pencopotan spanduk larangan tersebut di Vihara Gunung Nona, dengan alasan bahwa spanduk tersebut dapat memicu diskriminasi dan melanggar kebebasan beribadah.
"Spanduk yang melarang seseorang untuk beribadah di rumah ibadah tidak boleh ada. Itu bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin oleh undang-undang," tegas David.
Atas masalah ini, Lurah kemudian mengeluarkan himbauan kepada masyarakat. Pertama, masyarakat?umat tidak trepanning dengan isu-isu yang belum jelas kebenarannya.
Kedua, untuk memastikan setiap isu yang berkembang, sebaiknya berkoordinasi dengan aparat setempat (lurah, bhabinkamtibmas, Babinsa, RT/RW) setempat. Ketiga, apabila masyarakat/umat memiliki/mencurigai mencurigai tamu asing yang masuk ke Vihara dengan niat yang tidak baik, segera melapor ke aparat terdekat.
Keempat, masyarakat/umat hendaknya menghindari tindakan main hakim sendiri dan menyerahkan proses hukum ke aparat yang berwenang. Kelima, masyarakat/umat tidak terbujuk oleh ajakan dan melibatkan diri dalam kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat/umat dalam beribadah.
Keenam, masyarakat khususnya Umat Budha dipersilakan beribadah dan tetap melaksanakan aktivitas keagamaan sesuai keyakinannya. (yani)