Proyek Air Bersih Pulau Haruku ‘Mangkrak’ di Kejati Maluku, Asyatri: Malu Sama Lembaga Lain

  • Bagikan
BPK
ILUSTRASI

Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku saat ini lebih fokus pada penuntasan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan talud penahan banjir di Kabupaten buru Tahun 2021, ketimbang kasus proyek air bersih di Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng).

Padahal, dugaan korupsi Talud Buru telah ditetapkan dua orang sebagai tersangka oleh Kejati. Kedua tersangka itu adalah, AM selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan MS selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pada Dinas PUPR Provinsi Maluku.

Sedangkan proyek air bersih yang berada di Desa Pelauw dan Kailolo, dikerjakan tahun 2021 oleh PT Kusuma Jaya Abadi Construction dengan anggaran sebesar Rp13 miliar. Dana sudah 100 persen cair, pekerjaan gagal total, namun hingga saat ini belum ada tersangka.

Bukanya menyelesaikan perkara tersebut, Kejati malah membiarkan mengendap di meja penyidik Pidana Khusus (Pidsus). Terakhir, lembaga adhyaksa itu menyebut masih menunggu ahli dari BPKP untuk melakukan on the spot di lapangan, yang hingga saat ini tak kunjung dilakukan, meski sejumlah saksi telah dimintai keterangan.

Kedua proyek amburadul milik Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Maluku ini, diketahui menggunakan anggaran pinjaman Pemerintah Provinsi Maluku dari PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Tahun 2020 untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi Covid-19.

Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Hubungan Masyarakat Kejati Maluku, Ardy mengatakan, jika tim penyidik Pidsus Kejati Maluku saat ini sedang fokus untuk menuntaskan kasus dugaan korupsi proyek Talud Pulau Buru. Proyek ini menghabiskan uang negara hingga Rp14,7 miliar.

“Tim penyidik sementara menyelesaikan kasus SMI talud di kabupaten Buru yang masih dalam tahap pemberkasan,”ungkap Ardy, Sabtu (7/2/2025).

Ardy bahkan mengaku, mendapat informasi dari BPKP, jika lembaga auditor itu kekurangan tenaga hingga menjadi alasan tim belum turun ke lokasi proyek tersebut.

“Infonya BPKP kekurangan tenaga, sehingga sampai saat ini belum turun ke lokasi,”sambung Ardy, singkat.

Sebelumnya, Kejati Maluku telah memeriksa sejumlah orang terkait dugaan korupsi proyek air bersih di Negeri Pelauw dan Kailolo, Kecamatan Pulau Haruku, Maluku Tengah. Bahkan Korps adhyaksa ini, juga mengejar peran Ela Sopalatu sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek bernilai Rp13 miliar tersebut.

Dari sejumlah fakta yang didapati, proyek yang dikerjakan sejak tahun 2021 itu, gagal total. Hanya diadakan pipa-pipa, dan bangunan kecil di Pelauw. Sementara air, hingga kini tak pernah sampai di ru- mah-rumah warga.

Menanggapi hal itu, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pusat Kajian dan Pengembangan Masyarakat (Pukat Seram), Fahry Asyatri mengatakan sebagi lembaga penegak hukum, Kejati harus lebih terbuka dan berani dalam menangani sejumlah kasus korupsi di Maluku.

" Seharusnya Kejati lebih berani lagi dalam mengung- kapkan sejumlah kasus di Maluku. Jangan hanya nama lembaga hukum saja tapi kerja nihil alias nol basar, tidak ada yang tuntas," tegas Fahry kepa Ambon Ekpsres, Sabtu (8/2).

Sebagai lembaga hukum tertinggi di Maluku, Kejati harusnya lebih profesional lagi. "Percuma nama besar kalu kerja tidak ada. Malu sama lembaga lainnya meski nama kecil tapi kerjanya besar," tandasnya. (jardin papalia)

  • Bagikan

Exit mobile version