Masohi, AMEKS.FAJAR.CO.ID – Sejumlah warga Desa Haya, Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), melakukan aksi penyegelan terhadap PT. Waragonda Minerals Pratama pada Sabtu (15/2/2025).
Aksi ini dipicu oleh keresahan warga terkait aktivitas pengangkutan pasir merah di pesisir pantai yang dinilai merugikan mereka.
Berdasarkan video amatir yang beredar di akun Facebook Gerbang Malteng, tampak warga mendatangi perusahaan dengan mengenakan atribut adat berupa kain merah yang diikat di kepala.
Setibanya di lokasi, warga langsung menyegel pintu masuk perusahaan menggunakan daun kelapa dan kain merah, serta menyatakan sikap tegas agar PT. Waragonda menghentikan aktivitasnya.
Salah satu warga Haya yang enggan disebut namanya mengungkapkan bahwa aksi ini dilakukan karena PT. Waragonda diduga beroperasi secara ilegal.
"Iya betul, tadi beta lihat warga Negeri Haya, Saniri Negeri, tokoh adat, tokoh agama, serta pemuda turun langsung menyegel PT. Waragonda," ujarnya saat dikonfirmasi pada Sabtu (15/2) malam.
Meski demikian, aksi berlangsung tertib tanpa perlawanan dari pihak perusahaan. Warga hanya menegaskan agar PT. Waragonda tidak lagi melakukan aktivitas pengangkutan pasir merah.
"Masyarakat dan tua-tua adat pergi sasi supaya tidak ada lagi aktivitas. Kalau perusahaan tetap beroperasi, berarti mereka melanggar adat," jelasnya.
Sementara itu, seorang warga lainnya mengungkapkan bahwa aksi penyegelan ini tidak lepas dari dampak Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024.
"Masalah ini juga dipengaruhi oleh politik. Tapi alasan yang dipakai adalah abrasi akibat penggalian pasir, padahal abrasi sudah terjadi sejak lama," ungkapnya.
Ia juga mempertanyakan inkonsistensi sikap warga adat dan Saniri Negeri, mengingat perusahaan sebelumnya telah mendapatkan izin dari mereka.
"Kalau memang tidak ada izin, tidak mungkin perusahaan bisa beroperasi di sana. Dulu Saniri yang memberikan izin, sekarang mereka juga yang menyegel, dengan alasan harga pasir terlalu murah," imbuhnya.
Menurutnya, keberadaan PT. Waragonda justru membantu perekonomian sebagian warga karena membuka lapangan pekerjaan.
"Banyak warga yang bersyukur karena bisa mendapatkan penghasilan dari bekerja di perusahaan itu. Lagipula yang bekerja di sana bukan warga Negeri Adat, tapi warga biasa," pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak PT. Waragonda maupun pemerintah daerah terkait tuntutan warga. (jardin papalia)