AMBON, AMEKS, FAJAR.CO.ID – Fery Tanaya, pemilik PT Waenebe Wood Industri (WWI), kembali mangkir dari panggilan tim penyidik Polda Maluku. Ia dilaporkan atas dugaan penyerobotan hutan adat milik masyarakat Desa Waehata, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimum) Polda Maluku, Kombes Pol. Andri Iskandar, membenarkan bahwa panggilan terhadap Fery Tanaya telah dilayangkan dua kali, namun hingga kini belum dipenuhi.
"Sudah dua kali dipanggil, tetapi yang bersangkutan belum hadir," ujar Kombes Andri saat dikonfirmasi pada Senin (24/2/2025).
Ia enggan menjelaskan alasan ketidakhadiran Fery Tanaya. Namun, pemilik PT WWI itu dipanggil untuk dimintai keterangan terkait laporan masyarakat adat Buru yang menduga perusahaan tersebut telah melakukan penebangan liar di kawasan hutan adat.
Berdasarkan laporan masyarakat, PT WWI diduga memiliki izin untuk membabat hutan di Pulau Buru seluas 33 ribu hektare. Laporan tersebut diajukan oleh ahli waris Marga Nurlatu Kakunusa pada pertengahan Januari 2025.
Perusahaan itu dituding melakukan penebangan ilegal pohon damar (Agathis) dan meranti tanpa izin resmi. Aktivitas ini disebut melanggar hak-hak masyarakat adat dan berbagai regulasi lingkungan hidup yang berlaku di Indonesia.
Sejak November hingga Desember 2024, PT WWI diduga telah menebangi hutan di Desa Waehata tanpa persetujuan masyarakat adat. Akibatnya, terjadi kerusakan lingkungan signifikan, hilangnya sumber penghidupan warga yang bergantung pada hasil hutan, serta perusakan kawasan keramat yang memiliki nilai historis dan spiritual tinggi.
Masyarakat adat Waehata telah menyerahkan bukti kepemilikan ulayat, dokumentasi aktivitas ilegal, serta bukti kerusakan lingkungan kepada pihak kepolisian. Mereka menuntut agar Fery Tanaya segera ditangkap.
Selain itu, mereka mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencabut izin operasional PT WWI serta memberikan ganti rugi atas kerusakan yang terjadi.
"Kami juga meminta perlindungan hukum dari Komnas HAM dan Ombudsman Maluku agar eksploitasi sumber daya alam di wilayah adat segera dihentikan," tegas perwakilan masyarakat dalam laporan mereka.
Berdasarkan hukum yang berlaku, dugaan pelanggaran yang dilakukan PT WWI mencakup, Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 – Pengakuan hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya alam.
Kemudian, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan – Hak masyarakat adat dalam pengelolaan hutan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup – Larangan perusakan lingkungan, Peraturan Menteri LHK No. 21 Tahun 2019 – Tata cara penetapan hutan adat, Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 – Hutan adat bukan bagian dari hutan negara, Pasal 385 KUHP – Larangan penyerobotan lahan tanpa izin.
Saat ini, masyarakat adat Desa Waehata terus menyerukan kepada pihak berwenang untuk menindaklanjuti kasus ini demi melindungi hak-hak mereka, menjaga kelestarian lingkungan, serta menegakkan hukum di Indonesia.(jardin papalia)