AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID – Sejumlah dosen Universitas Pattimura (Unpatti) menyuarakan ketidakpuasan terhadap sistem perhitungan remunerasi yang dinilai tidak transparan. Mereka mempertanyakan dasar penghitungan yang selama ini tidak pernah disosialisasikan secara terbuka oleh pihak rektorat.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, dasar perhitungan remunerasi yang seharusnya berdasarkan kinerja, kredit poin, dan prestasi, tidak pernah dijelaskan secara rinci kepada para dosen dan tenaga kependidikan.
Salah satu dosen yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa remunerasi dibayar dua kali dalam setahun, yakni 30 persen di semester pertama dan 70 persen pada semester berikutnya. Namun, hingga kini banyak dosen merasa bingung dengan mekanisme perhitungan tersebut.
“Jujur kita masih bingung, dasar perhitungan remunerasi itu dari mana,” keluhnya.
Hal senada disampaikan oleh Prof. Dr. Patris Rahabav, salah satu guru besar Unpatti. Ia menegaskan bahwa isu ketidakjelasan perhitungan remunerasi sudah lama menjadi perbincangan para dosen.
“Tidak ada transparansi terhadap remunerasi yang diterima dosen. Dulu ada panduan, tapi kenyataannya di lapangan tidak sesuai,” ujar Rahabav.
Ia juga menyayangkan karena besaran remunerasi terus menurun setiap tahun, bahkan ada dosen yang hanya menerima ratusan ribu rupiah, meski memiliki beban kerja tinggi dan aktif dalam kegiatan akademik.
“Kalau universitas menetapkan standar kinerja, seharusnya ada panduan yang jelas dan transparan. Nilai kredit poin harus dikonversi ke dalam rupiah, dan disampaikan ke dosen secara terbuka,” tambahnya.
Menurutnya, Unpatti perlu menegakkan prinsip tata kelola yang baik, transparan, dan akuntabel dalam proses pemberian hak dosen sebagai bagian dari universitas berstatus Badan Layanan Umum (BLU).
Sementara itu, Wakil Rektor II Unpatti, Prof. Dr. Pieter Kakisina, membantah ketidakjelasan tersebut. Ia menyebutkan bahwa sosialisasi terkait sistem remunerasi telah dilakukan sejak tahun 2019.
“Semuanya sudah jelas. Remunerasi berdasarkan laporan beban akademik dosen setiap semester yang disampaikan dari masing-masing fakultas,” jelas Kakisina.
Menurutnya, sistem “ada poin, ada koin” menjadi dasar pemberian remunerasi sebagai bentuk reward bagi dosen yang aktif.
Ia menegaskan bahwa universitas hanya memberikan remunerasi kepada dosen yang melaporkan dan memenuhi kinerja akademik sesuai ketentuan.(leonardo)