Dokter Novita Bongkar Dugaan Korupsi di RSUD Haulussy, Namanya Dicatut Bos Kezia Barokah

  • Bagikan
RSUD Haulussy, Ambon
RSUD Haulussy, Ambon

AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Pembangunan Gedung E Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. M. Haulussy Ambon kembali menjadi sorotan publik.

Proyek yang menyerap anggaran lebih dari Rp60 miliar dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) sejak tahun 2021 hingga 2024 itu hingga kini belum selesai sepenuhnya dan belum difungsikan.

Sorotan tajam datang setelah Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke RSUD dr. M. Haulussy di Kudamati, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.

Dalam sidak tersebut, Gubernur menemukan indikasi kecurangan oleh kontraktor pelaksana, termasuk penggunaan gipsum pada dinding yang seharusnya menggunakan beton, serta temuan dinding retak yang diduga akibat campuran beton yang tidak sesuai standar.

Menanggapi hal ini, Polda Maluku dan Kejaksaan Tinggi Maluku menyatakan siap mengusut dugaan korupsidalam proyek pembangunan Gedung Operasi, ICU, dan ICCU tersebut.

Plt Direktur RSUD dr. M. Haulussy Ambon, dr. Novita Nikijuluw, dalam keterangannya menjelaskan bahwa pembangunan Gedung E mencakup kamar operasi (OK), ruang ICU, dan ICCU. Pada 2021, RSUD mengusulkan rehabilitasi gedung operasi ke Kementerian Kesehatan melalui DAK sebesar Rp45,1 miliar.

Pekerjaan awal dilakukan oleh PT. Dwipa Bhirawa Persada, namun proyek tersebut hanya selesai 75 persen, dengan nilai pembayaran sekitar Rp31 miliar. Sisa anggaran sekitar Rp14 miliar dikembalikan sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) dan kembali dianggarkan tahun 2022 untuk menyelesaikan sisa pekerjaan.

Tahun 2022, proyek dilanjutkan dengan kontrak senilai Rp13,4 miliar yang dikerjakan oleh CV. Cecilia Mandiri. Proyek ini mencakup finishing lantai 1 (ICU dan ICCU) dan pembangunan lantai 2 untuk lima ruang operasi, namun hanya satu ruang operasi yang selesai lengkap, sementara empat lainnya tidak rampung karena waktu pelaksanaan hanya dua bulan.

Desember 2022, kontrak tambahan senilai Rp9,8 miliar diterbitkan untuk pengadaan lift, sistem gas medik, dan AC khusus ruang operasi. Namun, kontrak ini kemudian dibatalkan oleh Inspektorat karena ada dua sumber anggaran untuk satu kegiatan di tahun yang sama. Hanya Rp3,3 miliar dari kontrak ini yang sempat digunakan.

Novita menambahkan, saat CV. Cecilia Mandiri mengajukan pencairan dana sebesar Rp3,3 miliar, Bendahara Umum Daerah (BUD) menyatakan kas daerah kosong.

Bahkan saat BPK melakukan audit, ditemukan temuan senilai Rp1,8 miliar, tetapi utang pemerintah kepada kontraktor sebesar Rp3,3 miliar belum dibayar dan tidak dicatat sebagai utang resmi.

Saat ini, ruang ICU dan ICCU secara teknis sudah bisa difungsikan, namun belum dipakai karena belum ada provisional hand over (PHO) dari kontraktor kepada pihak RSUD.

Menunggu Hasil Audit Inspektorat
Sementara pada tahun 2024, kata Novita, ada kegiatan lanjutan pembangunan Kamar Operasi dengan anggaran sebesar Rp10 miliar yang bersumber dari DAU Dinas Kesehatan.

Proyek ini dikerjakan oleh CV. Kezia Barokah, dengan PPK Nur Mardas selaku Kabid Cipta Karya Dinas PU Provinsi Maluku, dan KPA dr. Novita E. Nikijuluw selaku Plt Direktur RSUD Haulussy Ambon.

Nama paket kontrak pembangunan kamar operasi RSUD Haulussy dengan nomor lontrak : 01-201/SP/FSK/APBD/ RSUD/X/2024 tertanggal 02 Oktober 2024. Dokumen kontrak baru ditandatan- gani pada tanggal 2 Oktober 2024 dan berakhir pada 31 Desember 2024.

Dia menjelaskan, dalam pekerjaan ini lebih banyak pengadaan dari pada arsitektur. Pekerjaan yang baru dibayarkan Rp 5,4 miliar dan sisa dana Rp 3,6 miliar yang sudah diakui sebagai utang daera yang bisa diba- yarkan dengan alasan kas daerah kosong.

Tetapi bangunan lantai 2 belum juga digunakan karena Sistem Gas Medik tidak berfungsi. Terjadi CCO dan Sistem Gas Medik dihapu atau dihilangkan dari dokumen adendum 01.

Ia menyebut terhadap kendala ini, pihaknya telah menyurati Inspektorat Provinsi Maluku untuk mereview bangunan yang tidak bisa difungsikan. Pada 6 Maret 2025, pihak rumah sakit telah mengundang PPK, pihak CV Kezhia Barokah, Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Maluku dan konsultan pengawasan serta Inspektorat untuk melakukan pembahasan akhir pekerjaan dan pembayaran.

Namun Inspektorat berhalangan hadir, sehingga tidak terjadi kesepakatan dalam pertemuan tersebut karena pihak rumah sakit ingin bangunan bisa segera digunakan sesuai dengan hasil rapat PCM. Sementara PPK dan CV Kezhia Barokah ingin segera dibayarkan.

Beberapa kali Kejaksaan Tinggi datang ke lokasi dan mengundang PPK tahun 2022, CV Kezhia Barokah, PPK tahun 2024, KPA, PPTK dan Inspektorat tanggal 13 Maret 2025 untuk melakukan rapat koordinasi dalam hal Pendampingan Program Strategis dengan tujuan pekerjaan yang sudah selesai harus dibayarkan.

"Hasil yang diambil adalah, pihak Rumah Sakit membayar kepada pihak ketiga walaupun bangunan tersebut tidak dapat difungsikan,"jelasnya.

Selanjutnya, pada 17 Maret 2025, kata Novita, Inspektorat mengundang kontraktor 2022 dan 2024, PPK 2022 dan 2024, Konsultan Pengawasan, PPTK danKPA.

Salah satu kesepakatan dari pertemuan itu ialah Inspektorat meminta Invoice kepada pihak kontraktor 2024. Namun sampai saat ini kontraktor tidak mau memberikan Invoce dan sertifikasi barang.

Pada akhirnya, pada tanggal 18 Maret 2025, KPA menyurati Inspektorat untuk melakukan audit klaim dan hasilnya sementara dalam proses.

Menurut Novita, pekerjaan CV Kezia Barokah banyak keluar dari dokumen awal, tanpa melibatkan pihak rumah sakit selaku owner dari paket pekerjaan tersebut.

Anehnya lagi, meski proses audit masih berjalan, pada 20 Maret 2025, Direktur CV. Kezia Barokah Iqbal Banda justru membuat surat permohonan pembayaran yang mengatasnamakan Plt Direktur RSUD Haulussy dan meng- gunakan kop surat rumah sakit tersebut.

Surat itu ditujukan Iqbal Banda kepada Wakil Gubernur Abdullah Vanath, dan Sekretaris Daerah Provinsi untuk dilakukan permohonan pembayaran, dan meminta Plt. Direktur untuk menandatangani su- rat tersebut.

Namun Novita selaku KPA menolak, karena tidak ada surat yang ditujukan kepada Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa. "Dan untuk saat ini pembayaran menunggu hasil audit Inspektorat,"tegas Novita.

Novita juga merincikan, total pagu untuk gedung E RSUD Haulussy yang sudah dibayarkan tahun 2021 sebannyak Rp 31 miliar. Lanjut dengan gedung OK tahun 2022 sebanyak Rp.13.466.500.000.

Kemudian, pembangunan ruang OK tahun 2024 sebeaar Rp 5.443.552.200. Sehingga total kurang lebih Rp 49 miliar.

Total pagu untuk ruang OK tahap per- tama Rp 13.466.500.000, kedua Rp.5.443.552.200, total keseluruhan Rp. 18.910.052.200. Sedangkan utang yang belum diba- yarkan tahun 2022 sebanyak Rp. 3,3 miliar, tahun 2024 Rp.3.629.034.800 miliar, dan konsultan pengawasan yang dibayarkan tahun 2024 sebanyak Rp.455.455.200. (wahab pacina)

  • Bagikan