Sewa Ruko Mardika Merugi Rp9 miliar, Bos Kipe Bakal Dipanggil Kejati Maluku Lagi

  • Bagikan
dugaan korupsi kwarda pramuka maluku
Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy SH, MH.

AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku berencana kembali memanggil Muhammad Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe, bos PT Bumi Perkasa Timur (BPT), terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan 140 ruko di kawasan Pasar Mardika, Ambon.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Maluku, Ardy, saat dikonfirmasi Kamis (8/5/2025).

Menurutnya, pemanggilan terhadap bos Kipe telah dijadwalkan sebelumnya, namun yang bersangkutan tidak hadir.

“Yang bersangkutan sudah dipanggil, tetapi tidak hadir. Akan diagendakan pemanggilan berikutnya,” ujar Ardy melalui pesan WhatsApp.

Selain Kipe, Kejati juga berencana memanggil sejumlah pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus ini. Namun, Ardy belum merinci siapa saja yang akan diperiksa selanjutnya.

“Tim masih bekerja dan tidak terpaku pada yang bersangkutan. Ada pihak-pihak lain yang akan dimintai keterangan. Tim juga sedang mengecek data pengguna ruko saat ini,” jelasnya.

Sebelumnya, Kejati telah memeriksa tiga saksi terkait kasus ini, yaitu Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Maluku Yahya Kotta, serta dua pejabat dari Kantor Pertanahan Kota Ambon, yakni Kabid Aset dan Kasi Penetapan dan Pendaftaran Tanah.

Kasus ini mencuat setelah Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Maluku menemukan dugaan pelanggaran dalam perjanjian sewa-menyewa ruko antara Pemerintah Provinsi Maluku dan PT BPT.

Pansus menduga adanya korupsi dalam kerja sama pemanfaatan 140 unit ruko yang merupakan aset milik Pemprov.

Temuan Pansus mengungkap bahwa sebanyak 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) telah membayar total Rp18,84 miliar kepada PT BPT.

Namun, dari jumlah itu, PT BPT hanya menyetor Rp5 miliar ke kas daerah — Rp250 juta pada tahun 2022 dan Rp4,75 miliar pada 2023. Total ada Rp9 miliar lebih yang tidak pernah disetor ke daerah.

Selain itu, Pansus juga mencurigai adanya kejanggalan dalam proses tender yang dimenangkan oleh PT BPT.
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari Kejati Maluku untuk mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan aset daerah ini, demi keadilan dan transparansi dalam pengelolaan kekayaan milik negara.

Informasi yang diperoleh ameks.fajar.co.id, selain Bos Kipe, sejumlah pejabat penting di Pemprov Maluku juga diduga terlibat dalam kasus ini.

“Ada juga pejabat penting yang terlibat. Dia ini yang tau alurnya, termasuk ikut menandatangani dokumen-dokumen penting terkait sewa menyewa Ruko milik Pemerintah,” ungkap sumber ini. (jardin papalia)

AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID – Puluhan pemuda yang tergabung dalam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Kepemudaan (OKP) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Kamis (8/5/2025).

Aksi tersebut menyoroti dugaan kejahatan pertanahan yang terjadi di lingkungan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ambon.

Dipimpin oleh Koordinator Lapangan, Rifki Derlean dan Radi Samal, massa menyampaikan sejumlah tuntutan dan mendesak aparat penegak hukum untuk segera mengusut tuntas berbagai dugaan penyimpangan yang melibatkan oknum di BPN.

Dalam orasinya, para demonstran menyoroti penerbitan sertifikat tanah di atas lahan milik negara, seperti di kawasan Asrama Haji Waiheru dan sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, Kecamatan Sirimau.

Mereka juga menuding adanya praktik penggandaan sertifikat serta pemecahan 300 sertifikat tanah di salah satu perumahan elit dengan tarif Rp5 juta per sertifikat.

Selain itu, muncul pula dugaan pungutan liar (pungli) terkait biaya pengukuran dan pemeriksaan tanah yang dinilai sangat mahal dan tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.

“Masalah tanah menyangkut hajat hidup orang banyak. Tapi sayangnya, BPN Kota Ambon justru disinyalir menjadi ladang pungli dan penyalahgunaan kewenangan,” teriak Suparmin Nurlette, salah satu peserta aksi.

Nurlette menyebut, BPN seharusnya menjadi lembaga pelayanan publik yang membantu masyarakat dalam urusan pertanahan. Namun realitanya, diduga terdapat oknum yang justru memanfaatkan jabatan untuk memperjualbelikan tanah negara, mengeluarkan sertifikat ganda, hingga mematok biaya pelayanan yang tidak wajar.

“Ini bertentangan dengan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 2 Tahun 2013. Jika terbukti benar, harus diproses hukum dan dipidanakan,” tegasnya.

Massa mendesak Kejati Maluku dan Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Maluku untuk segera bertindak.

“Kami minta Kejati dan Polda Maluku menangkap serta memproses hukum semua oknum di BPN Kota Ambon yang diduga terlibat praktik kotor ini,” tambah salah satu orator lainnya.

Aksi tersebut berjalan tertib dengan pengawalan ketat dari aparat kepolisian. Para demonstran berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan hukum yang adil bagi masyarakat.(jardin papalia)

  • Bagikan