Soal Mobilier Rumdis Sekda SBB: Bayar Utang ke Tati, Pemerintah Melanggar Hukum

  • Bagikan
ilustrasi lelang proyek
ilustrasi lelang proyek

AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Terungkap fakta baru dalam kasus pengadaan mobilier rumah dinas Sekretaris daerah Seram Bagian Barat (SBB). Pengadaan oleh Ibu Tati dilakukan tanpa tender, karena itu dianggap bukan tanggungjawab Pemerintah SBB.

Status pengadaan, masih utang. Utang Sekda SBB Leverne A. Tuasuun, kepada Ibu Tati. Utangnya sejak tahun 2022, namun hingga kini belum terbayarkan. Ibu Tati menagih, Sekda mengaku akan dimasukan sebagai utang Pemda.

Sumber ameks.fajar.co.id, di Pemerintah Kabupaten SBB, mengungkapkan kasus Ibu Tati, tidak bisa langsung dijadikan sebagai utang Pemerintah. Pasalnya pengadaan mobilier diatas Rp200 juta, harus melalui tender.

Ibu Tati, mengaku telah mengeluarkan uang Rp765 juta untuk pengadan mobilier. Pengadaan ini atas permintaan dari Sekda Leverne A. Tuasuun. Sekda pun tak menampiknya.

“Sementara sebagaimana diketahui, pengadaan Mobilier Rumdis Sekda SBB tahun 2022 itu diduga tidak di lelang, padahal angkanya melebihi Rp 200 juta,”ungkapnya.

Proyek di atas Rp200 juta, kata dia, harus lelang untuk mencegah korupsi memiliki dasar yang kuat. Sistem lelang, dengan persaingan terbuka dan transparan, dapat membantu mengurangi peluang terjadinya kolusi antara pejabat pengadaan dan penyedia jasa, sehingga meningkatkan efisiensi dan mencegah praktik korupsi. 

Sementara untuk pengadaan Mobilier Rumdis Sekda tahun 2022, diduga tidak melalui proses lelang. Jika di bayarkan ke Ibu Tati tentu ini melanggar aturan sebagaimana mestinya.

“Inspektorat katanya sedang melakukan peninjuan untuk mengecek harga-harganya, agar bisa di masukan ke dalam penjadwalan pembayaran utang Pemda SBB,”jelasnya.

“Namun yang jadi pertanyaan saya adalah, kok bisa Inspektorat melakukan riview terhadap kegiatan senilai lebih dari Rp 200 juta, tapi sejak awal tidak ada proses lelang, apa yang mau di riview?,”tanya dia.

Menurut dia, Pemerintah nantinya harus menjelaskan pembayaran utang Rp765 juta diambil dari dana mana, kemudian mekanismenya seperti apa? Karena ini dinilai melanggar hukum.

Sementara itu, aktivis GMNI Cabang Ambon, Said Bahrum, kepada Ambon Ekspres Selasa (10/6) mengatakan, harus ada keterbukaan mengenai masalah tersebut sebelum proses pembayaran dilakukan.

“Di satu sisi memang benar harus di bayar, tapi dilain sisi, ada aturan-aturan yang harus ditaati, sebab bayar itu pakai uang negara,”jelasnya.

Ia pun menjelaskan, tidak selalu benar bahwa proyek di atas Rp 200 juta yang tidak dilelang merupakan pelanggaran. Ada beberapa pengecualian yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang memungkinkan pengadaan barang/jasa tanpa lelang.

“Peraturan Presiden RI Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur berbagai metode pengadaan, termasuk pengadaan langsung,”jelasnya.

Pengadaan langsung adalah metode pengadaan tanpa proses lelang terbuka, yang bisa digunakan untuk proyek dengan nilai tertentu, yang biasa disebut "pengadaan langsung.

“Nilai pengadaan yang bisa menggunakan pengadaan langsung bisa berbeda-beda tergantung jenis proyek dan aturan yang berlaku di lingkungan pemerintahan. Contoh, untuk jasa konsultansi, pengadaan langsung bisa dilakukan sampai dengan Rp 300 juta,”jelasnya.

Namun, Pengadaan tanpa lelang (pengadaan langsung, penunjukan langsung) bisa menjadi pelanggaran jika dilakukan tanpa dasar sah atau dengan cara memanipulasi prosedur. 

Pelanggaran bisa berupa pelanggaran administrasi, bahkan bisa menjadi pelanggaran pidana korupsi.  KPK juga telah melakukan pemeriksaan dan dugaan adanya pemecahan proyek di bawah Rp 200 juta untuk menghindari lelang, yang juga bisa menjadi bentuk pelanggaran. 

Kesimpulannya, kata dia, adalah Pengadaan barang/jasa di atas Rp200 juta yang tidak dilelang belum tentu merupakan pelanggaran, jika dilakukan sesuai prosedur dan alasan yang diatur dalam Peraturan Presiden.

“Namun, jika pengadaan tanpa lelang dilakukan tanpa dasar sah atau dengan cara yang menyalahi aturan, maka bisa menjadi pelanggaran. Makanya Pemda sebelum bayar harus jelaskan semuanya,”tutup Said.(tim)

  • Bagikan