AMBON — Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon mengeksekusi empat terpidana kasus penggelapan dana senilai Rp70 miliar yang terjadi di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Modern Ekspres. Eksekusi dilakukan pada Senin (16/6/2025) di Kantor Kejari Ambon.
Keempat terpidana yang dieksekusi adalah Walter Dave Engko selaku Direktur PT BPR Modern Ekspres, Vronsky Calvin Sahetapy sebagai Kepala Divisi Operasional dan Support, Frank Harry Titaheluw sebagai pegawai, serta Alexander Gerald Pietersz. Mereka dinyatakan bersalah dalam perkara tindak pidana perbankan yang berlangsung selama periode 2015 hingga 2022.
Kepala Kejaksaan Negeri Ambon, Adhriyansah, menyampaikan bahwa keempat terpidana akan menjalani masa hukuman di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Ambon. "Hari ini kami melaksanakan eksekusi terhadap empat terpidana kasus PT BPR Modern Ekspres sebagaimana amar putusan Mahkamah Agung," ujarnya dalam konferensi pers.
Berikut rincian putusan terhadap masing-masing terpidana:
- Walter Dave Engko dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp1 miliar, subsider 3 bulan kurungan, sesuai putusan MA Nomor 155 K/Pid.Sus tanggal 15 November 2025.
- Alexander Gerald Pietersz dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp10 miliar, subsider 6 bulan kurungan, berdasarkan putusan MA Nomor 6848 K/Pid.Sus.
- Vronsky Calvin Sahetapy dihukum 5 tahun penjara dan denda Rp5 miliar, subsider 6 bulan kurungan, berdasarkan putusan MA Nomor 643 K/Pid.Sus tanggal 28 Februari 2025.
- Frank Harry Titaheluw dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp5 miliar, subsider 6 bulan kurungan, sesuai putusan MA Nomor 642 K/Pid.Sus tertanggal 28 Februari 2025.
Adhriyansah menambahkan, kasus ini total melibatkan enam orang, dua di antaranya telah lebih dahulu dieksekusi, sementara satu terdakwa lainnya dijatuhi hukuman percobaan. "Dengan eksekusi hari ini, seluruh proses penegakan hukum terhadap perkara ini telah berjalan sesuai ketentuan," tegasnya.
Kasus ini mencuat sebagai salah satu perkara besar dalam sektor perbankan di Maluku, yang menjadi sorotan publik karena besarnya nilai kerugian negara serta keterlibatan jajaran petinggi bank.(jardin papalia)