Lawan Aksi Demo PT Batulicin, Efendi Sebut Warga Bekerja Digaji Rp10 Juta

  • Bagikan
Efendi Notanubun
Efendi Notanubun, Tokoh masyarakat Ohoi Mataholat.

Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID  Dukungan terhadap aktivitas operasional PT Batulicin Beton Asphalt (BBA) di Kecamatan Kei Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara, terus menguat.

Ada sebagai warga dari Ohoi (desa) Mataholat dan Nerong rupanya yang menolak wacana penghentian kegiatan perusahaan tersebut yang dinilai telah memberikan dampak positif, khususnya dari sisi ekonomi.

Tokoh masyarakat Ohoi Mataholat, Efendi Notanubun, menegaskan bahwa keberadaan perusahaan telah disepakati sejak awal, baik oleh warga, tokoh adat, maupun pemerintah setempat.

PT BBA hadir di wilayah itu sejak awal 2024, dengan tujuan mendukung penyediaan material batu kapur dan pasir untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) di Merauke, Papua Selatan.

“Perusahaan hadir bersama Penjabat Bupati Maluku Tenggara, camat, dan para raja. Mereka sampaikan langsung tujuan dan manfaatnya. Semua warga setuju,” kata Efendi, Rabu (18/6/2025).

Ia menambahkan, lahan warga dikontrak perusahaan seharga Rp10.000 per meter, baik untuk lahan kosong maupun lahan bertanaman. Sistem kontrak ini mengatur bahwa lahan akan dikembalikan kepada pemilik setelah aktivitas perusahaan berakhir.

“Dua hektare lahan saya dikontrak perusahaan. Ini tidak gratis. Kami juga diberi kompensasi dan janji pengembalian lahan setelah selesai,” ujarnya.

Saat ini, sedikitnya 51 warga dari Mataholat, Nerong, dan desa sekitar telah bekerja di perusahaan dengan gaji berkisar Rp6 juta hingga Rp10 juta per bulan, belum termasuk lembur. Sebanyak 61 warga lain juga telah mengajukan lamaran kerja dan tengah menunggu panggilan.

Efendi mengingatkan bahwa penghentian aktivitas perusahaan dapat memicu gejolak sosial. Selain kehilangan pekerjaan, warga juga bisa diminta mengembalikan dana kontrak lahan yang sudah diterima.

Kritik Mahasiswa dan Isu Lingkungan

Menanggapi aksi demonstrasi sekelompok mahasiswa yang menuding terjadi pencemaran lingkungan, Efendi menyatakan bahwa para pendemo bukan berasal dari desa terdampak langsung.

“Yang demo itu bukan warga Mataholat atau Nerong. Mereka bilang ada pencemaran, tapi apa mereka pernah turun ke lokasi? Tidak ada bukti,” tegasnya.

Ia meminta DPRD Maluku mengambil sikap yang bijak dan melihat fakta di lapangan, termasuk memperjuangkan kenaikan harga lahan agar lebih layak bagi warga.

Senada, warga Ohoi Nerong, Armin Rahayamtel, menilai tudingan pencemaran lingkungan tidak berdasar. Menurutnya, 70 persen operator alat berat di perusahaan adalah warga lokal yang paham menjaga kelestarian lingkungan.

“Warga lokal banyak bekerja di bagian penting, termasuk alat berat. Mereka paham bagaimana menjaga lingkungan tetap aman,” kata Armin.

Perusahaan, kata warga, juga telah menjalankan program tanggung jawab sosial (CSR). Di Ohoi Mataholat, PT BBA membantu penimbunan tanah di depan masjid yang berada di tepi pantai, serta memperbaiki pagar masjid. Di Ohoi Nerong, perusahaan mendukung percepatan pembangunan rumah ibadah.

Armin menambahkan, manfaat keberadaan perusahaan kini dirasakan hingga ke desa lain seperti Ohoi Wait dan Wetuar, yang kini juga mengusulkan lahan mereka untuk dikontrak.

Ia menyatakan penghentian aktivitas PT BBA akan mendapat perlawanan dari masyarakat. “Banyak warga sangat terbantu ekonominya. Kalau perusahaan keluar, warga pasti keberatan,” ujarnya.(wahab)

  • Bagikan