Diduga Proyek Rehabilitasi Gedung DPRD dan Kantor Bupati SBB Dibatalkan, Buntut Masalah Lahan

  • Bagikan
Namrole leksula
ILUSTRASI

Piru, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) membatalkan dua proyek rehabilitasi besar, yakni gedung DPRD dan kantor bupati, karena persoalan status lahan yang belum tuntas. Pembatalan ini merupakan buntut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait 33 aset daerah yang masih bermasalah.

Informasi yang diperoleh ameks.id menyebutkan, keputusan pembatalan disampaikan dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) Aset DPRD bersama Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten SBB yang digelar secara tertutup pada Selasa (1/7/2025).

“Bukan hanya rehab kantor DPRD, tapi juga proyek rehab kantor bupati yang sementara dalam proses tender senilai Rp1,1 miliar ikut dibatalkan. Status tanahnya masih bermasalah,” ujar salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya.

Proyek rehabilitasi gedung DPRD dengan nilai kontrak Rp1.999.973.000 disebut sudah melewati proses lelang, bahkan kontrak telah ditandatangani oleh kontraktor dari PT Inika Karya. Namun, pembangunan tidak bisa dilanjutkan karena lahan yang digunakan belum sah menjadi milik pemerintah daerah.

Sumber yang sama menyebutkan, total terdapat 33 aset milik Pemkab SBB yang bermasalah, tersebar di seluruh kecamatan. Aset-aset itu mencakup kantor dinas, pasar, terminal, kantor camat, rumah dinas pejabat, pendopo bupati dan wakil bupati, pagar kantor KPU, hingga gedung worship center dan mess pemerintah daerah.

“Total nilai anggaran untuk aset-aset tersebut mencapai lebih dari Rp11,3 miliar,” ujarnya.

Saat dikonfirmasi mengenai hal ini, Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR SBB, Arafat, belum memberikan tanggapan.

Ketua Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang SBB, Ozil Tubaka, mendesak pemerintah daerah bertanggung jawab atas polemik ini. Ia menilai 33 aset bermasalah menunjukkan lemahnya tata kelola aset daerah.

“Pemerintah daerah harus terbuka dan segera menyelesaikan persoalan ini. Jumlah 33 aset bukan angka kecil bagi daerah yang sedang berkembang,” tegas Tubaka.

Ia menduga persoalan ini berakar dari minimnya transparansi dalam pengelolaan aset yang berpotensi membuka celah bagi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu, tidak akuratnya data aset, lemahnya pemeliharaan, dan tumpang tindih kebijakan turut memperparah situasi.

Tubaka mendesak Pemkab SBB melakukan inventarisasi ulang dan verifikasi menyeluruh terhadap seluruh aset daerah. “Kami tantang pemerintah untuk bersikap transparan dan akuntabel dalam pengelolaan aset. Pastikan semuanya sesuai peraturan,” pungkasnya.(yudi)

  • Bagikan