Jakarta, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Dunia saat ini sedang dihadapkan pada tantangan “Badai yang Sempurna” (The Perfect Storm), yang merupakan krisis multidimensi yang kompleks dan terjadi pada saat bersamaan.
Tantangan yang juga dikenal dengan 5C tersebut, terdiri dari pandemi Covid-19 yang masih berlangsung, Conflict antara Rusia-Ukraina, Climate Change, Commodity Prices, dan Cost of Living.
Meski demikian, Perekonomian Indonesia mampu bertahan dan bangkit kembali meski masih dalam terpaan pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbukti juga mampu menyentuh kisaran 5 persen pada dua triwulan terakhir.
“Tetapi kita tak boleh lengah, isu Climate Change juga membayangi Indonesia yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Banyak perusahaan dunia yang telah merespon dengan mengumumkan komitmen net-zero atau carbon-neutral untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan berinvestasi dalam menjaga kondisi iklim,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Airlangga menyampaikan Hal ini saat menjadi virtual keynote speech dalam Executive Seminar on Business: “Optimizing ESG and Corporate Performance towards Business Sustainability”, yang diadakan Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) dan Forum Ekselen Bisnis Indonesia (Febindo), Kamis (28/07).
Saat ini, mulai banyak investor dan pengambil kebijakan yang menyadari pentingnya investasi terhadap bisnis yang mengadopsi langkah-langkah Environment, Social, and Governance (ESG) dengan tujuan melindungi bisnis dari risiko yang tak terduga di masa depan.
“Berbagai kajian empirik telah membuktikan bahwa implementasi ESG berkorelasi positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Perusahan dengan penerapan ESG kuat akan lebih mudah memasuki pasar baru dan memperluas operasi, karena lebih banyak negara yang memudahkan penerbitan izin bagi perusahaan semacam itu,” terang Menko Airlangga.
Investasi bertema ESG atau SDG juga mengalami tren peningkatan seiring semakin pedulinya investor terhadap isu-isu keberlanjutan. Pada tahun 2016, Bursa Efek Indonesia mencatat hanya 1 produk ESG di pasar modal, sementara di tahun 2021 jumlahnya meningkat drastis menjadi 15 produk dengan nilai Rp3,45 triliun.
Pemerintah pun, kata Menko Airlangga, telah menerbitkan SDG Bond perdana pada 2021 lalu dan juga obligasi bertema SDG senilai total Rp35,2 triliun.
“Masuknya topik Transisi Energi sebagai salah satu isu prioritas Presidensi G20 Indonesia juga membuktikan komitmen Pemerintah dalam agenda pembangunan berkelanjutan,” kata Airlangga.
Presidensi G20 kali ini telah menghasilkan salah satu concrete deliverables dengan diluncurkannya Country Platform untuk Mekanisme Transisi Energi bersama ADB dan PT SMI.
“Menghadapi berbagai tantangan dunia, serta di tengah upaya mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, dibutuhkan sinergi dan kerja sama erat antara Pemerintah dengan dunia usaha. Pemerintah Indonesia siap menerapkan prinsip-prinsip ESG untuk mendukung infrastruktur berkelanjutan dan tangguh, namun dibutuhkan pula peranan sektor swasta dalam mengadaptasi standar-standar kualitas SDG,” tutup Menko Airlangga. (rep/fsr/yan)