Balai Pemukiman Akui Proyek Rp24 Miliar Bermasalah dari Awal

  • Bagikan
sekolah di SBB
Salah satu proyek dari 13 unit sekolah yang dibangun Balai Prasarana dan Pemukiman Maluku. (Foto: Hadi/ameks)

AMBON, AE.- Setelah terungkap kejahatan, Balai Prasarana dan Pemukiman Provinsi Maluku mengakui ada kesalahan yang dilakukan pada proyek 13 unit sekolah di SBB. Mereka tak menampik ada keterlambatan pekerjaan.

Proyek yang dibiayai dengan dana Rp24,5 miliar ini mulai dibangun sejak 2021. Hingga kini banyak sekolah tak selesai. Kontraktornya lari tinggalkan pekerjaan. Meski begitu, Balai Prasarana justru biarkan proyek itu terbengkalai.

PPK Balai Prasarana dan Pemukiman Wilayah Maluku, Iwan saat dikonfirmasi Ambon Ekspres, Rabu (25/1) di ruang kerjanya mengatakan, proyek rehabilitasi sekolah ada tiga belas unit sekolah dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SBB.

Pekerjaanya mulai dikerjakan pada tahun 2021. Namun saat itu dia belum menjadi PPK pada proyek tersebut. Kata Iwan, Sejak awal proyek tersebut sudah bermasalah saat ditangani Fadli selaku PPK yang lama.

Iwan menjelaskan, saat penandatangan kontrak tahun 2021, pihak balai mengeluarkan surat blacklist terhadap PT Wira Karsa Konstruksi. Kemudian oleh PPK yang lama tidak melanjutkan kontrak dengan perusahaan tersebut, dan mengundang perusahaan pemenang kedua.

Saat itu pemenang kedua sudah diterbitkan SPPBJ dan sudah ditandatangani oleh PPK yang lama, dan ketika mau diserahkan ke pihak rekanan pemenang kedua, tiba - tiba PT. Wira Karsa Konstruksi melayangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Gugatan ditujukan kepada Fadli selaku PPK karena tidak melanjutkan kontraknya dengan perusahaan tersebut. "Akibatnya pihak Balai menangguhkan (kontrak) baik kepada PT Wirakarsa maupun perusahaan pemenang kedua, " jelas Iwan.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengambil langkah menangguhkan pekerjaan proyek tersebut sambil menunggu hasil putusan PTUN. Dan pada Juli 2021 hasil putusan PTUN dimana PT Wira Karsa Konstruksi yang mengerjakan proyek tersebut.

" Setelah putusan sengketa tersebut dikeluarkan oleh Pengadilan TUN Ambon barulah disuruh melanjutkan proyek tersebut, dan berkontrak dengan PT Wira Karsa Konstruksi yang beralamat di Sulawesi Selatan. Pada bulan Agustus 2021, baru dilakukan PCM dan disitulah saya jadi PPK di tahun 2021," terang Iwan.

September 2021 dimulai kontruksi dan saat itu baru proses pencairan uang muka. Namun saat hendak mau pencairan terkendala lagi, karena dari pusat menahan pencairan anggaran.

Alasannya, PT. Wira Karsa Konstruksi sudah di blacklist. " Pada September 2021, progres pekerjaan proyek tersebut sudah mencapai 40 sampai 50 persen," jelasnya.

Selanjutnya, kata dia, tahun 2022 proyek tersebut kembali dikerjakan, namun perusahaan yang menangani proyek tersebut terkendala kekurangan anggaran.

Proyek tersebut sempat terhenti dan saat itu masalahnya dilaporkan oleh salah satu media ke KPK. "Intinya dalam proyek ini sudah dari awal bermasalah sejak PPK yang lama, " katanya.

Dia menyebutkan, jumlah sekolah yang mendapatkan bantuan rehabilitasi ini ada 13 unit sekolah diantaranya di Desa Hualoy ada SD dan SMP, Desa Rumakai 2 sekolah SD yakni SD Negeri dan SD Inpres, Desa Kamariang 1 unit SD, Pulau Osi 1 unit SD Resetleman Pulau Osi, Dusun Tiang Bendera 2 unit SD dan SMP, Desa Kaibobu 1 unit SD, Desa Buano satu unit sekolah dan Desa Sole 1 unit sekolah.

" Dari persoalan ini saya sudah minta dari pihak Kejaksan Tinggi Maluku untuk menyurati PPK lama yang bernama Fadli, namun karena yang bersangkutan tidak datang, sehingga kami memutuskan untuk menemui yang bersangkutan di Sulawesi Selatan dan meminta pertanggungjawaban perusahaan walaupun sebenarnya anggaran tidak cukup untuk membiayai semua sekolah yang ada," ujarnya.(AKS)

  • Bagikan

Exit mobile version