Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Interaksi yang baik dengan Pemerintah daerah perlu dilakukan, untuk mencegah kesalahpahaman terhadap implementasi peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah serta Undang-Undang Otonomi Khusus.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, dalam Rapat Koordinasi Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Regional Maluku dan Papua, yang diselenggarakan tanggal 19 sampai dengan 21 Maret 2023 di Ambon.
Menurut Primanto, Pemahaman APBN dalam konteks perekonomian nasional agar diterjemahkan dalam konteks regional, dengan tetap mempedomani ketentuan perundang-undangan. Sementara, pemahaman APBD agar memperhatikan kondisi regional Indonesia Timur.
“Misalnya, moda transportasi yang terbatas, biaya perjalanan menjadi lebih tinggi, capaian infrastruktur yang dihadapkan pada kondisi Indeks Kemahalan Konstruksi yang tinggi,” ungkap Primanto.
Selain itu, Primanto juga meminta agar indikator pembangunan dan perekonomian, seperti tingkat inflasi, tingkat kemiskinan, gini ratio, prevalensi stunting, di regional Maluku-Papua mendapatkan perhatian sehingga kehadiran pemerintah melalui APBN dan APBD tetap dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
“Yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah tantangan pengelolaan Dana Desa, baik dari tantangan penyaluran untuk menjangkau desa-desa yang terpencil, terpelosok, dan terluar serta output yang dihasilkan dari Dana desa tersebut,” kata Primanto.
Tantangan-tantangan tersebut, menurut dia, perlu disikapi dengan menjalankan peran Kanwil Ditjen Perbendaharaan sebagai Treasurer, Regional Chief Economist, dan Financial Advisor (TREFA).
Dalam Rapat Koordinasi Regional tersebut dibahas 4 topik utama, yakni: Digitalisasi Transaksi Pembayaran dan Pemberdayaaan UMKM, Shadow Organization dan Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia, Tantangan Implementasi UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) dan Otonomi Khusus Papua, serta Penguatan Peran sebagai Regional Chief Economist (RCE).
Pemberdayaan UMKM, kata Primanto, adalah agar UMKM tersebut naik kelas. Tidak hanya terbatas pada akses pembiayaan, namun juga pendampingan untuk memperoleh akses pasar.
“Pendampingan UMKM juga diperlukan standarisasi sehingga terdapat acuan bagi masing-masing kantor, dalam melakukan pendampingan UMKM dengan tetap memperhatikan kondisi yang bervariasi antar daerah di Indonesia Timur,” tandas Primanto.
Dengan tantangan tugas yang semakin berkembang dan dinamis, lanjut Primanto, dibutuhkan organisasi yang lebih fleksibel sehingga dapat mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi.
“Shadow Organization dipandang menjadi salah satu alternatif untuk mengantisipasi penyesuaian tersebut. Fleksibilitas dalam pelaksanaan tugas menjadi tantangan setiap pegawai untuk memahami dan segera dapat melakukan penyesuaian terhadap perubahan ataupun hal-hal yang baru,” kata Primanto.
Peran Kanwil Ditjen Perbendaharaan dalam implementasi UU HKPD dari beberapa komponen, yakni peran dalam mengurangi ketidakseimbangan antar wilayah (reducing vertical imbalance), Peningkatan kemampuan pemungutan pajak daerah (strengthen local tasking power), meningkatkan kualitas belanja daerah (better quality local spending), dan harmonisasi belanja pemerintah pusat dan daerah (harmonization center and local government spending).
Sedangkan dalam penguatan RCE dilakukan melalui update informasi keuangan (Asset and Liability Committee Update), advisori ekonomi regional, advisori keuangan pemerintah pusat dan daerah, kerja sama dengan lembaga akademis, pemberdayaan UMKM, dan digitilasisi serta litersi keuangan.
“Peran-peran tersebut disampaikan berupa rekomendasi kebijakan dalam pengendalian inflasi, sector perekomian dan tenaga kerja, peningkatan kemandirian fiscal, dan peningkatan infrastruktur,” pungkas Primanto.(yan)