Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - TSA (21) pelapor dugaan kekerasan asusila dengan terlapor Bupati Maluku Tenggara MTH sudah tinggalkan Ambon, Maluku. Penyidik polisi kesulitan bertemu pelapor, bahkan tidak diberikan akses lagi untuk melakukan pemeriksaan.
Hal ini disampaikan Kabid Humas Polda Maluku Kombes Mohammad Rum Ohoirat dalam siaran persnya, Rabu (13/9/2023), usai gelar perkara kasus tersebut. Gelar perkara dipimpin Irwasda Maluku, Kombes Pol Marthin Hutagaol.hadir Direktur Reskrimum, Kabid Humas dan pejabat lainnya beserta para penyidik, di Mapolda Maluku.
“Pelapor sudah di Ternate,” kata Kombes Ohoirat. Penyidik, menurut dia, mendapat hambatan dari ayah pelapor. Ayahnya marah, dan menolak pendampingan terhadap putrinya.
Hal ini, kata dia, juga dialami pendamping Otte Patty yang selama ini tergabung dan ikut langsung bersama penyidik dalam tim pengungkapan kasus ini.
Dalam memproses kasus tersebut, Ohoirat menegaskan penyidik juga memperhatikan ketentuan Undang-Undang TPKS yaitu Pasal 22 yang antara lain menyebutkan Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim melakukan pemeriksaan terhadap saksi, korban tetap menjunjung tinggi HAM, kehormatan, martabat tanpa intimidasi.
Penyidik, kata Ohoirat, tetap menghormati hak pelapor tetapi seharusnya kooperatif. Karena pelapor sendiri yang mengangkat kasus dan melaporkan secara resmi untuk ditindak lanjuti dan kemudian menjadi sorotan masyarakat luas.
“Polda juga mendorong agar pencabutan perkara tidak hanya melalui surat tapi juga hadir secara resmi baik pelapor dan keluarganya atau penasihat hukumnya ke Polda untuk dibuatkan berita acara pencabutan laporannya, sehingga jelas alasan pencabutan kasusnya tersebut," pungkas Ohoirat.
Ohoirat menuturkan, setelah kasus ini dilaporkan pelapor pada Jumat 1 September 2023, penyidik langsung melanjutkan dengan pemeriksaan visum et repertum ke Rumah Sakit Bhayangkara Ambon. Pelapor selanjutnya dilakukan wawancara oleh penyidik.
Esok harinya, 2 September, diterbitkan surat perlindungan sementara kepada pelapor yang berlaku selama 14 hari. Penyidik langsung melakukan perlindungan dan pendampingan kepada TSA, pelapor.
"Jadi sejak dilaporkan, Dirkrimum langsung meneebitkan Surat Perintah nomor 392 tanggal 2 September 2023 tentang perlindungan dan pendampingan sementara kepada pelapor TSA. Penyidik kemudian setiap hari melakukan pendampingan," kata Ohoirat.
Setelah itu, penyidik kemudian melakukan beberapa hal pada Senin 4 September. Diantaranya membuat administrasi penyelidikan; membuat surat undangan kepada empat saksi; dan penyidik berencana membawa pelapor melakukan visum psikiatrikum, namun pelapor dalam kondisi sakit sehingga tidak dapat dilaksanakan.
"Pada hari Selasa 5 September 2023 saksi-saksi yang diundang tidak memenuhi undangan. Penyidik juga membuat surat kepada RSKD Ambon untuk pelaksanaan visum psikiatrikum terhadap pelapor," jelasnya.
Selanjutnya, pada Rabu, 6 September penyidik kembali membuat undangan kedua kepada empat saksi untuk dimintai keterangan pada Jumat, 8 September.
"Pada tanggal 6 September ini penyidik juga menerima surat permohonan pencabutan laporan polisi dari pelapor TSA," ungkapnya.
Kendati demikian, proses penyelidikan terus berjalan. Pada Kamis 7 September, penyidik menjemput pelapor untuk membawanya menjalani pemeriksaan psikiatrikum (MMPI) di RSKD. Hasilnya invalid dan akan dilanjutkan pada tanggal 8 September, namun pihak keluarga meminta untuk dilaksanakan tanggal 9 September.
"Pada hari Kamis ini penyidik juga menyerahkan undangan wawancara klarifikasi kedua kepada 5 saksi dan pelapor," katanya.
Dari undangan yang dikirim untuk diminta datang pada Jumat, 8 September, hanya kakak kandung pelapor yang memenuhi undangan wawancara klarifikasi. Sementara pelapor, hingga orang tuanya tidak hadir. Pemeriksaan kakak pelapor juga sudah dituangkan dalam Berita Acara Wawancara (BAW).
"Pada hari yang sama yaitu Jumat kuasa hukum pelapor Malik Tuasamu menemui Kasubdit 4 Renakta Ditreskrimum Polda Maluku dan penyidik pembantu untuk menyerahkan surat pernyataan pelapor menolak melanjutkan pemeriksaan visum psikiatrikum," jelasnya.
Di hari yang sama tersebut, penyidik juga menyampaikan undangan wawancara klarifikasi kedua kepada 5 saksi dari pihak keluarga dan pelapor untuk hadir pada Senin, 11 September pukul 09.00 WIT.
Penyidik juga berkomunikasi dengan keluarga pelapor terkait pemeriksaan ulang tes psikiatrikum pada Sabtu, 9 September. Namun menurut kakak kandung pelapor, adiknya itu (pelapor) tidak berada di rumah.
"Pada tanggal 11 September semua saksi dan keluarga pelapor tidak hadir memenuhi undangan klarifikasi kedua. Penyidik kemudian melakukan pengecekan dan didapati keterangan dari kakak kandung pelapor bahwa pelapor dan ayahnya sudah berada di Ternate," jelasnya.
Dengan kondisi tersebut, Ohoirat mengaku penyidik memiliki sejumlah kendala diantaranya belum diperiksanya para saksi termasuk pemeriksaan tambahan kepada pelapor. Mereka tidak memenuhi undangan wawancara yang kerap dilayangkan penyidik.
"Kendala lainnya yaitu belum dilanjutkannya pemeriksaan psikiatrum terhadap pelapor karena pelapor melalui pengacara mengajukan surat pernyataan menolak dilakukan pemeriksaan psikiatrikum lanjutan," katanya.
Selain itu, hingga saat ini penyidik tidak dapat berkomunikasi dengan pelapor karena pihak keluarga tidak mau mempertemukan. Sehingga sampai saat ini penyidik tidak mengetahui keberadaan pelapor.(*/yani)