Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Penggusuran Lapak pedagang di Pasar Apung Mardika, Kota Ambon, rupanya tanpa perintah Pejabat Gubernur Maluku. Ada dugaan keputusan itu diambil sepihak Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagang (Perindag) Yahya Kotta.
Ini terbongkar, setelah puluhan pedagang Pasar Mardika melakukan demonstrasi penolakan penggusuran pada Rabu (22/5/2024) di kantor Gubernur Maluku.
Massa ditemui Plh Sekda Suryadi Sabirin, juga Kasrul Selang. Mereka kemudian diajak bertemu, dan dihadirkan Kadis Perindag Maluku, Yahya Kotta di ruang rapat Kantor Gubernur.
Di pertemuan itu, baru terungkap tidak ada perintah dari Pj Gubernur Sadli Ie terkait dengan penggusuran Lapa-lapak milik pedagang. Yang perlu dilakukan Disperindag Maluku hanya penertiban pedagang yang mengambil sebagian badan jalan untuk aktivitas jual beli.
“Jadi dalam pertemuan itu, terungkap bahwa hanya dilakukan penertiban, bukan penggusuran. Karena itu, Plh Sekda perintahkan penggusuran dihentikan sementara,” ungkap Azhar Ohorella, Ketua DPD Ikatan Pasar Indonesia (IKAPPI) Kota Ambon.
Ohorella berharap, Pemerintah bisa lebih bijak melihat persoalan pedagang. Mereka ini, kata dia, justru yang menggerakan ekonomi Kota Ambon, dan Maluku.
“Mereka ini yang harus dilindungi aktivitas ekonominya. Bayangkan berapa banyak pedagang di Pasar Mardika ini. Kalau mereka dibikin begini, tidak jualan. Berapa banyak pengangguran yang bakal terjadi. Berapa banyak orang menjadi susah, karena kebijakan Pemerintah,” kata dia.
Semua pedagang yang menjadi korban penggusuran, mengaku puas dengan keputusan Pemerintah Provinsi Maluku, meski bersifat sementara. Mereka berharap, keputusan itu jadi permanan, sehingga tidak lagi ada penggusuran.
“Kita ini mau jualan dimana? Di dalam Pasar Mardika baru saja, hanya dikasi tempat 80 centimeter persegi. Jualan sembako kita, jualan sayuran teman-teman mau ditaruh dimana? Terlalu sempit, dan sangat tidak masuk akal,” ungkap salah seorang pedagang.
Mereka meminta Pemerintah Provinsi Maluku mengkaji kesulitan para pedagang yang jadi korban penggusuran. Banyak pedagang, ada nasabah KUR (Kredit Usaha Rakyat), kalau tidak berdagang, mereka tetap wajib membayar ke pihak Bank.
“Jadi kasihanilah kami pak. Kami ini masyarakat kecil, yang cari makan untuk keluarga dari uang halal. Tolong hentikan penggusuran. Kalau digusur, tolong berikan kami tempat yang representatif, bukan tempat 80 sentimeter. Mau jualan apa kita di tempat sekecil itu,” ungkap salah seorang Ibu yang mengaku harus membayar cicilan KUR tiap bulannya. (yani)