AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Tak membayar utang sewa kepada tiga perusahaan, Pemerintah Kota (Pemkot Ambon) Ambon dinilai ingkar janji. Hutang itu sudah tak dibayarkan sejak tahun 2019 lalu.
Tiga perusahaan itu, masing-masing CV. Wilsa, CV. Sarira dan UD. Ronawiska. Ketiga perusahan ini belum menerima pembayaraan dari Pemkot Ambon satas penggunaan tenda, meja, kursi, dekorasi dan pengadaan barang-barang keperluan lainnya.
Rhony Sapulette yang bertindak sebagai kuasa hukum Ketiga perusahaan tersebut, sebelumnya sudah mengajukan gugatan perdata terhadap Pemkot di Pengadilan Negeri Ambon.
Pada sidang perdana tanggal 3, 4 dan 5 Juni 2024, untuk 3 perkara tersebut, dilakukan mediasi antara Penggugat dan Tergugat, dalam hal ini Pemkot Ambon, yang dipimpin Hakim Mediator Pengadilan Negeri Ambon.
Kemudian, kata Sapulette, pada tanggal 10 Juni 2024, bertemu di ruang kerja Pj. Walikota yang dihadiri langsung oleh Pj. Walikota, Sekot, Asisten III, Kabag Keuangan, Kabag Umum, Inspektorat, Tim Hukum Pemkot dan beberapa staf lainnya.
Dalam pertemuan itu, kata dia, pada prinsipnya, bahwa Pemkot Ambon bersedia damai dan akan membayar hutang tersebut. Disepakati juga untuk pembayaran pertama sebanyak 20 persen dari jumlah hutang yang tertunda.
“Kemudian pembayaran sisa tunggakan kewajiban akan dilakukan setelah Penetapan APBD Perubahan Kota Ambon tahun 2024 pada bulan Sentember 2024 berdasarkan hasil verifikasi Inspektorat dan BPKD,” kata Sapulette.
Setelah pertemuan itu, lanjut Sapulette, dilanjutkan dengan pertemuan lagi di ruang kerja Sekkot Ambon guna memantapkan kesepakatan damai tersebut.
Dan dari kesepakatan damai itu, kata dia, dibuatlah Perjanjian Perdamaian (Dading) antara Penggugat (CV. Wilsa, CV. Sarira dan UD. Ronawiska) dengan Pemkot Ambon sebagai pihak Tergugat.
“Yang mana Kami sepakat untuk mengakhiri Perkara Perdata Nomor: 119/Pdt.G/2024/PNAmb, Perkara Nomor: 121/Pdt.G/2024/PNAmb dan Perkara Nomor: 122/Pdt.G/2024/PNAmb. Atas gugatan Penggugat kepada Pemkot Ambon dengan menyelesaikan secara damai dan dituangkan dalam putusan Hakim Pengadilan Negeri Ambon,” kata Sapulette.
"Jadi semua jelas sesuai dengan asas hukum yang berlaku. Bahwa putusan selain mempunyai kekuatan mengikat, juga memiliki kekuatan untuk melaksanakan,” tambah dia lagi.
Namun sampai saat ini, menurut Sapulette, Pemkot Ambon tidak memiliki niat baik bahkan tidak menghormati putusan serta melaksakannya, yang juga adalah bagian dari kesepakatan bersama, dimana dalam amar Putusannya disebutkan bahwa pembayaran 20 persen dari hutang yang tertunda tersebut dibayarkan paling lambat 1 minggu sejak putusan.
Menindaklanjuti itu, pada tanggal 27 Juni 2024, Sapulette telah menyurati Pemkot Ambon, dwlam hal Oenjabat Walikota Ambon, perihal pelaksanaan putusan pengadilan, agar Pemkot segera melaksanakan putusan pengadilan.
"Tapi jawabannya bahwa mereka masih berkonsultasi dengan BPKP, koordinasi dengan Sekkot dan pihak lainnya. Sementara terkait verifikasi yang dilakukan oleh BPKP dan Inspektorat terhadap Klien Kami, itu sudah selesai,” tandas Sapulette.
Dan, menurut dia, Kliennya bahkan diperiksa beberapa kali. Hasil pemeriksaan itu, bahwa Pemkot Ambon belum menyelesaikan pembayaran sebagaimana mestinya dan masih hutang.
Selaku Kuasa Hukum Penggugat, Sapulette mengaku, kecewa dengan perilaku para pejabat Pemkot yang tidak profesional dalam menyelesaikan permasalahan hukum atas lembaganya sendiri, tidak komitmen.
Untuk itu, upaya hukum selanjutnya adalah dirinya mengajukan Permohonan Anmaning dan Eksekusi Putusan ke Pengadilan Negeri Ambon.
"Saya juga berharap, jika ada panggilan dari Pengadilan Negeri Ambon terhadap Pemkot Ambon yang tidak melaksanakan putusan pengadilan, sebaiknya Pj. Walikota atau Sekkotnya yang datang memenuhi panggilan Pengadilan tersebut, jangan dikuasakan kepada pihak lain/tim hukum, karena ini bagian dari tanggung jawab moral sebagai pejabat penyelenggara pemerintahan, yang tidak melaksanakan Putusan Pengadilan,” ujar dia. (yani)