Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Politik identitas selalu menjadi bahan kampanye dalam setiap momentum politik elektoral, seperti Pemilu, dan Pilkada. Isu ini dinilai tak mendidik, dan cenderung menyesatkan preferensi pemilih dalam menentukan pilihannya.
“Dalam setiap momentum politik, hal ini (politik identitas) selalu menjadi bahan kampanye hitam, yang kemudian digoreng-goreng. Tujuannya, untuk meraih dukungan lebih besar dari pemilih,” ungkap Sekretaris Pimpinan Wilayah Nahdatul Ulama (NU) Maluku, Erik Rumuluan ketika dimintai pendapatnya oleh ameks.id, Senin (26/8/2024).
Menurut dia, politik identitas ada beberapa macam, tapi yang paling sering dipakai, adalah agama, suku atau Ras. Tiga isu ini, diakuinya, menjadi variabel yang paling mempengaruhi preferensi pemilih dalam menentukan pilihan politiknya.
“Tiga hal ini, berpengaruh besar bagi pemilih dan menentukan arah pilihannya. Sudah banyak contohnya. Baik di Maluku sendiri, maupun di luar daerah. Hal ini perlu dihindari, agar tidak terjadi segregasi yang berdampak pada ketegangan sosial di tengah masyarakat,” ungkap dia.
Politik identitas berkedok agama, bagi Erik, sangat berbahaya, jika tak dihindari dalam Pilkada yang akan berlangsung pada 27 November 2024 ini. Persoalan ini harus diseriusi oleh setiap pihak, baik aparat keamanan, Pemerintah, maupun lembaga keagamaan.
“Tujuan kita itu mencari pemimpin yang benar-benar memenuhi syarat keterpilihan, berdasarkan pada kemampuan mengelola Pemerintah untuk Kesejahteraan masyarakat. Jangan mau dibodohi, lalu kita menyesal dalam pilihan, karena memilih orang yang salah, akibat termakan isu politik identitas,” kata dia.
Untuk itu, kata Erik, masyarakat atau pemilih perlu disadarkan, perlu diberi edukasi, terkait dengan politik identitas yang berdampak negatif bagi kesatuan dan persatuan.
“Pendekatan ke masyarakat harus dilakukan terus menerus, dan berkesinambungan oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, dan mereka yang dianggap tokoh oleh masyarakat, agar mereka tak terkontaminasi dengan politik identitas,” tandas Erik.
Selain itu, lembaga penyelenggara baik KPU dan Bawaslu, menurut dia, juga punya tanggungjawab untuk terus menerus memberikan edukasi bagi pemilih.(yani)