Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Bawaslu Maluku telah memetakan TPS yang dinilai rawan saat pemungutan dan perhitungan suara, Pilkada serentak 2024.
Sebanyak 50 TPS dianggap rawan tindak kekerasan, dan 38 TPS rawan terjadi intimidasi terhadap penyelenggara. Bawaslu Maluku juga mencatat, delapan indikator yang paling sering terjadi saat Pemilu maupun Pilkada.
Delapan indikator itu, adalah penggunaan hak pilih, politik uang, keamanan, politisasi identitas diri seperti agama, suku, ras dan golongan (SARA), netralitay penyelenggara, logistik, lokasi TPS, jaringan listrik dan internet.
Anggota Bawaslu Maluku, Daim Rahawarin melalui siaran persnya, Minggu (24/11/2024), mengungkapkan pemetaan kerawanan dilakukan untuk meminimalisir potensi hambatan yang bisa muncul saat proses pemilihan.
Indikator yang paling banyak terjadi, hampir di 884 TPS terdapat kendala jaringan internet, 734 TPS terkendala aliran listrik, 681 TPS terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT, 371 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat (meninggal dunia, alih sta- tus menjadi TNI/Polri).
"Kemudian 246 TPS terdapat potensi pemilih memenuhi syarat, namun tidak terdaftar di DPT (potensi DPK), 232 TPS terdapat Pemilih Pindahan (DPTb), 197 TPS sulit dijangkau (geografis dan cuaca), serta 88 TPS terdapat penyelenggara pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas," jelas Daim.
Bawaslu Maluku juga menemukan 13 indikator potensi TPS rawan yang banyak terjadi, yakni 55 TPS terdapat riwayat Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan/atau Penghitungan Surat Suara Ulang (PSSU), 50 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS.
Kemudian 49 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara pada saat pemilu, dan 38 TPS yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan.
Termasuk juga 33 TPS yang didirikan di wilayah
rawan bencana banjir, tanah longsor, gempa, dan lainnya. 30 TPS memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS pada saat pemilu, 22 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS H-1 pada saat pemilu, 21 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kam- panye pasangan calon.
"Termasuk 18 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih, 16 TPS di Lokasi Khusus, 13 TPS yang terdapat ASN, Kepala Desa dan/atau Perangkat Desa melakukan tindakan/keg- iatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon, 8 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik, dan 8 TPS di dekat wilayah kerja pertambanganz pabrik. Kami melakukan pemetaan untuk mengantisipasi serta memaksimalkan ikhtiar pencegahan terhadap segala potensi hambatan yang terjadi pada saat pemungutan suara," papar Daim.
Koordinator Divisi Hukum Pencegahan Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Maluku ini tegaskan, ada tiga indikator potensi TPS rawan yang tidak
banyak terjadi namun tetap perlu diantisipasi, yakni 3 TPS yang terdapat Petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon, 3 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS.
Termasuk, 2 TPS yang terdapat riwayat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras, dan golongan di sekitar lokasi TPS.
Bawaslu, kata dia, terus melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan stakeholder terkait untuk meminimalisir potensi yang terjadi, sehingga pemungutan suara dilakukan tanpa hambatan dan melahirkan pemilihan yang demokratis dan berkualitas.
"Bawaslu Maluku melakukan strategi pencegahan di antaranya pemetaan wilayah tanpa jaringan internet atau blank spot di beberapa titik TPS yang perlu antisipasi kendala penggunaan aplikasi dalam pelaksanaan pungut dan hitung, seperti penggunaan Sirekap dan Siwaslih, optimalisasi dan kecermatan kinerja pengawasan tetap diutamakan melalui proses secara manual," jelasnya. (wahab)