Enam Kader PDIP Tumbang di Pilkada Serentak di Maluku

  • Bagikan
Pilkada serentak di Maluku
Infografis

Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada Serentak 2024 di Maluku telah selesai digelar. Kini pertarungan sengit yang diikuti puluhan kandidat tinggal menunggu hasil penghitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan Kabupaten/kota.

Meski demikian hasil sementara Pilkada di Maluku sudah bisa diketahui melalui hasil hitung cepat dengan beberapa metode yang dipakai calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Dari hasil ini, PDIP menunjukan pencapaian kurang baik.

Ada tujuh kader PDIP yang ikut bertarung dalam Pilkada serentak 2024, di Seram Bagian Timur, Seram Bagian Barat, Maluku Tengah, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Buru Selatan, Kota Tual, dan Provinsi Maluku.

Di Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), partai besutan Megawati Soekarnoputri itu mengusung kadernya, Tina Tetelepta maju sebagai calon wakil bupati yang berpasangan dengan calon bupati Andi Munaswir. Hasil hitung cepat, pasangan yang diusung PDIP dan PKB itu kalah tipis oleh pasangan Zulkarnain Awat Amir-Mario Lawalata.

Kemudian di Buru Selatan (Bursel), walaupun berstatus sebagai petahana, kader PDIP yakni Safitri Malik Soulisa yang menggandeng Hempri Beno Lesnussa sebagai wakilnya, juga dikabarkan kalahkan dari pasangan La Hamidi- Gerson El- ieser Selsily.

Sedangkan di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), kader PDIP yang diusung menjadi calon Bupati yakni Samson Attapary yang berpasangan dengan Rasyid Lisaholet juga kalah telak dari pasangan Asri Arman-Selfianus kainama. Pasangan ini hanya mampu finish di posisi ketiga perolehan suara sementara.

Kader sekaligus Ketua DPC PDIP Kabupaten SBT, Arobi Kilian yang maju sebagai calon wakil bupati
berpasangan dengan Abdul Malik Kastela juga kalah. Ini merupakan kekalahn kedua Arobi setelah sebelumnya kandas di Pilkada SBT tahun 2020 lalu.

Lalu di KKT, kader PDI- Perjuangan Adolof Bormasa yang berpasangan dengan Hendrikus Serin dikabarkan juga “keok” dalam pemilihan 27 November lalu.

Nasib serupa juga dialami kader PDIP yang maju sebagai Calon Wakil Walikota Tual yakni Baharudin Faravova. Maju mendampingi Usman Tamnge, namun hasil akhirnya adalah kalah.

Diantara semua kader PDI-Perjuangan yang maju di Pilkada Maluku, hanya Benjamin Thomas Noach yang dengan status petahana berhasil keluar sebagai pemenang Pilkada MBD.

Untuk diketahui, pada momen Pemilihan Gubernur Maluku, PDI-Perjuangan tidak mengusung kader. Mereka memilih pasangan Jeffry Apoly Rahawarien- Mukti Keliobas, yang dikalahkan oleh Hendrik Lewerissa-Abdullah Vanath.

Sedangkan di beberapa daerah lain, pasangan calon yang bukan PDIP tapi diusung oleh partai tersebut menang dan juga kalah. PDIP bersama beberapa parpol lainjya mengusung Bodewin Wattimena-Ely Toisutta b dan menang di Pilkada Kota Ambon.

Kemudian, pasangan Muhammad Thaher Hanubun dan Charlos Viali Rahantoknam yang direkomendasikan PDIP untuk Pilkada Maluku Tenggara juga berhasil menang.

Sementara Pilkada Buru, PDIP mengusung pasangan Aziz Hentihu Gadis Umasugi. Akan tetapi pasangan ini kalah telak dari para rivalnya. Begitu pula pasangan Temy Oersipuny dan Haji Hadi Djumady yang dijagokan PDIP di Pilkada Aru, berakhir dengan kekalahan.

Terkait kekalahan PDIP ini, pengamat politik asal Universitas Pattimura Ambon, Paulus Koritelu, kepada Ambon Ekspres, Senin (2/12) kemarin mengaku, dalam perpolitikan hasil seperti itu adalah sesuatu yang wajar.

Namun, kekalahan parah PDIP Maluku kali ini mungkin saja akibat titik klimaks determinasi dominasi PDIP selama 10 tahun terakhir ketika kepemimpinan dibawah kendali Mantan Presiden Joko Widodo, yang notabenenya mantan adalah kader PDI Perjuangan.

Saat itu, Joko Widodo memberi ruang-ruang sosial, psikologis serta ruang politik bagi setiap kader “Moncong Putih” untuk memenangkan pertarungan baik pada tataran legislatif maupun eksekutif.

Sehingga pada sepuluh tahun terakhir, PDIP merajai seluruh perhelatan politik di bangsa ini. Namun kemudian ketika era itu berakhir saat memasuki momen Pileg dan Pilpres 2024 di mana muncul trable internal antara PDIP dan Joko Widodo.

“Ternyata hal tersebut membawa pengaruh yang besar bahkan signifikan, dalam rangka perebutan posisi di berbagai perhelatan perpolitikan di bangsa ini, termasuk di Provinsi Maluku,”terangnya.

Selain dari internal, kata Paulus, hegemoni politik Gerindra secara nasional juga sangat berperngaruh dan menggembosi kekuatan politik PDIP secara nasional hingga daerah. Inilah yang ia sebut dengan teori aliran sungai yang berlaku pada PDIP.

“Artinya ketika aliran air dipegang kendali oleh Gerindra dari pucuk pimpinan nasional maka fragmentasi, bukan saja opini publik tapi orientasi pada berbagai jaring-jaring kekuasaan itu, akan mengikuti aliran yang ada di atas,"paparnya.

Prinsipnya, kata dia, kekalahan PDIP di Maluku saat ini tak lepas dari intervensi kekuasaan yang saat ini memimpin.

“Sudah saya duga sebelumnya, artinya begini siapa yang berkuasa di Maluku tergantung kehendak Jakarta atau pusat. Saya kasih contoh, tidak gampang kalahkan Murad Ismail dan JAR, tapi perlu diketahui, kehendak pusat saat ini dipegang Gerindra,”tutupnya. (zainal patty)

  • Bagikan