MASOHI, AMEKS.FAJAR.CO.ID – Pengadaan buku pelajaran di sekolah melalui Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) kembali menjadi sorotan. Kebijakan ini diduga melanggar petunjuk teknis (juknis) yang ditetapkan pemerintah pusat, khususnya di wilayah Maluku Tengah.
Pemerhati kebijakan publik, Isra, mengungkapkan bahwa pemenuhan buku pelajaran dalam Kurikulum 2013 (K-13) maupun Kurikulum Merdeka sudah diatur dengan jelas oleh pemerintah.
Berdasarkan Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022, pengadaan buku menggunakan dana BOSP harus mengacu pada Harga Eceran Tertinggi (HET) dan diperoleh dari penyedia resmi.
Namun, di lapangan ditemukan bahwa banyak sekolah justru membeli buku dari pihak ketiga yang bukan penyedia resmi.
Isra menduga, hal ini terjadi akibat kurangnya pemahaman terhadap juknis atau adanya kesepakatan tertentu antara kepala sekolah dan koordinator wilayah (Korwil) dengan penyedia buku.
Ia menyebut, beberapa oknum diduga tergiur iming-iming bonus berupa perjalanan wisata atau studi banding dari penyedia buku.
“Sekolah seharusnya membeli buku sesuai dengan harga yang ditetapkan dalam juknis. Maluku, misalnya, masuk dalam zona 5B dengan rentang harga buku pelajaran berkisar Rp20 ribu hingga Rp60 ribu per eksemplar. Namun, kenyataannya, ada sekolah yang membeli buku dengan harga di atas Rp100 ribu. Ini jelas merugikan siswa karena dana BOSP yang seharusnya efisien malah terbuang sia-sia,” ujar Isra.
Ia menegaskan bahwa praktik seperti ini bisa menjadi temuan dalam audit oleh lembaga berwenang. Karena itu, ia meminta Dinas Pendidikan untuk mengawasi dengan ketat agar dana BOSP benar-benar digunakan sesuai peruntukan dan tidak disalahgunakan.
(DW)