Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Proyek 13 sekolah di Kabupaten Seram Bagian Barat mangkrak. Duit negara Rp24,5 miliar hanya hasilkan gedung amburadul. Kejaksaan Tinggi Maluku enggan sentuh kasus ini. Sementara ombudsman mendorong kasus ini segera diproses hukum.
Proyek ini, judulnya rehabilitasi sarana prasarana pendidikan. Paketnya milik Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku tahun 2021-2022. Pekerjaan proyek tersebut di beberapa lokasi belum semuanya tuntas dikerjakan, sementara batasan waktu telah berakhir sejak Desember 2022 dan anggaran telah dicairkan 100 persen.
Tambahan waktu 90 hari untuk kontraktor dan Balai Prasarana Pemukiman menuntaskan pekerjaan tersebut ternyata juga tidak dipenuhi.
Kejati Maluku hanya menyebut, telah membentuk Tim untuk menindaklanjuti kasus tersebut. Kasi Penkum Humas Kejati Maluku, Wahyudi Kareba menegaskan, jika nanti tim ini menemukan indikasi atau fakta pada proses pekerjaan proyek tersebut mengarah pada tindak kejahatan korupsi, proses hukum akan dilakukan.
Sementara Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Maluku, Hasan Slamat kepada Ambon Ekspres, Selasa (30/5), mengatakan, kuat dugaan telah terjadi maladministrasi atau penundaan berlarut dalam proyek tersebut.
Penundaan berlarut atau maladministrasi atas pekerjaan proyek tersebut diakuinya akan berujung pada perbuatan dugaan tindak pidana korupsi. "Saya menilai àda dugaan maladministrasi dalam proyek tersebut," ujarnya.
Karena itu, kata Slamat, Kejaksaan Tinggi Maluku maupun kepolisian harus mengusut tuntas dugaan tersebut sebagai upaya penyelamatan terhadap keuangan negara.
"Kejaksaan dan Kepolisian harus melakukan investigasi mendalam agar penyelamatan terhadap keuangan negara dapat dilakukan, " pintanya.
Selain investigasi, dia juga meminta kepada aparat penegak hukum agar segera melakukan pemanggilan terhadap pihak - pihak yang terlibat secara langsung dalam pelaksanaan proyek tersebut.
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Maluku mengingatkan, jika jaksa melakukan pengabaian terhadap dugaan maladministrasi proyek tersebut, maka masyarakat yang melakukan pengawasan terhadap proyek tersebut dapat melaporkan masalahnya ke Kejaksaan Agung RI di Jakarta dan tembusannya harus disampaikan ke Polda Maluku ataupun Polres SBB.
Tujuannya, terang dia, untuk melihat sampai sejauhmana tindak pidana yang dilakukan dalam pekerjaan proyek tersebut.
Ketua Lumbung Informasi Rakyat (Lira) Maluku, Jan Sariwating mengaku, laporan akan tetap diteruskan ke KPK, dan tembusannya juga ke Kejati Maluku.
Data-data tersebut, akui Ketua Lira Maluku Jan Sariwating sebagai bukti adanya indikasi kuat telah terjadi penyimpangan anggaran. Karena hingga selesainya batasan waktu kontrak, dan waktu tambahan 90 hari pihak kontraktor dan Balai Prasarana Pemukiman belum menuntaskan pekerjaan tersebut.
Alasan lain kasus tersebut dilaporkan ke KPK, kata dia, karena anggaran yang digunakan bersumber dari APBN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Demi mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, maka kasus proyek Balai Prasarana Pemukiman Provinsi Maluku akan kami laporkan ke KPK," ancamnya.
Praktisi hukum Irwan Mansur yang dimintai pendapatnya mengatakan, langkah LSM Lira Maluku yang akan melaporkan kasus proyek Balai Prasarana Pemukiman ke KPK dan juga Kejaksaan Tinggi Maluku merupakan tindakan tepat. Ini agar segera mendapatkan kepastian hukum.
"Justru yang saya harapkan bahwa kasus tersebut segera dilaporkan sehingga apapun alasannya, kasusnya tetap ditindaklanjuti sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," kata Irwan Mansur.
Menurut Irwan, jika kasus tersebut sudah dilaporkan secara resmi kepada penegak hukum baik itu KPK atau Kejaksaan, maka tidak ada alasan untuk menghalang - halangi pengusutan kasus tersebut dengan mengacuh pada Peraturan Menteri Keuangan.
"Kalau sebelumnya alasan Kejaksaan mengacuh pada PMK sehingga tidak bisa ditindaklanjuti lebih jauh, sah saja karena belum ada laporan pengaduan resmi terhadap kasus tersebut. Namun jika dikemudian hari kasus ini dilaporkan, maka wajib hukumnya untuk ditindaklanjuti," singkatnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, PPK Balai Prasarana Pemukiman Wilayah Maluku, Iwan membeberkan dugaan ketidakberesan proyek tersebut terjadi pada masa PPK lama dipimpin Fadli tahun 2021. Sementara dirinya baru ditunjuk menggantikan Fadli sebagai PPK pada proyek tersebut akhir 2021. Dimana saat itu anggarannya telah dicairkan 100 persen kepada PT. Wira Karsa Konstruksi.
Bukan hanya itu, beber dia, PPK lama masih Fadli juga meninggalkan hutang kepada pihak rekanan yang mensuplai logistik bangunan sebesar Rp 900 juta.
PPK sebelumnya dengan PT Wira Karsa Konstruksi telah menggandeng Rahmat Basiha yang belakangan diketahui sebagai anggota DPRD SBB untuk menyuplai logistik.
"Rahmat Basiha merupakan korban dari Fadli selaku PPK sebelumnya. Rahmat bekerja dengan Fadli dalam menyuplai material untuk pekerjaan proyek tersebut," jelas Iwan.
Hutang Rp 900 juta itu, akui dia, baru terungkap setelah Rahmat mengadu ke Balai Pemukimam terkait pembayaran harga material yang telah disuplai untuk pekerjaan proyek tersebut. "Saat itu baru Rp 800 juta yang dilunasi, masih ada Rp 100 juta yang belum," bebernya.
Atas persoalan tersebut, ia mengaku bersama salah satu elit di Kejati bernama Sunoto pernah mengunjungi PT Wira Karsa Konstruksi yang beralamat di Makassar untuk mencari solusi terhadap penyelesaian proyek tersebut.
Kemudian dari hasil pertemuan tersebut dibuatlah kesepakatan bahwa haji Amir sebagai Direktur PT Wirakarsa memberikan kuasa kepada Direksi Darson Basiha untuk menyelesaikan sisa pekerjaan proyek. Namun di lapangan, pekerjaan proyek tersebut belum juga dituntaskan.(AKS)