Mahasiswa Unpatti Mulai Bersuara, Senggol Presiden Jokowi

  • Bagikan
mahasiswa unpatti

AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Puluhan aliansi Barisan Mahasiswa (Bara) Universtias Pattimura (Unpatti) Ambon, melakukan aksi demo. Mereka menyatakan," Indonesia Darurat Demokrasi”.

Aksi ini berlangsung di depan Rektorat Unpatti, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, Sabtu (10/2/2024). Mereka membaca pernyataan sikap sekira pukul 12.30 wit, yang dibacakan Ira Tuanaya, dan didampingi Koordinator Lapangan (Korlap), Rahman Marasabessy.

Tak hanya di Kota Ambon, Aksi ini juga dilakukan di 300 kampus seluruh Indonesia. Ira Tuanaya dalam orasinya menyampaikan, 14 Februari 2024 akan ikut dalam pemilihan umum (Pemilu) yang dibagi atas dua segmen momentum tersebut presiden (eksekutif dan DPR/DPD (Legislatif).

"Untuk itu, kami mendesak, Presiden Joko Widodo beserta jajaran pejabat negara untuk bersikap sebagai negarawan yang patuh pada koridor nilai-nilai pancasila, sebagai penyelenggaraan pemerintahan yang adil dan bertanggung jawab", teriak Ira dalam orasi singktanya.

Menurut dia, kondisi ini merupakan perwujudan dari pemilihan sistem presidensial, melalui konsep demokrasi langsung dimana rakyat berwujudan dan memiliki hak penuh untuk terlibat serta dalam memilih pemimpin, mulai dari Presiden hingga Bupati.

Adapun konsekuensi dari negara demokrasi, kata Ira, adalah terpenuhinya kebebasan berpendapat kebebasan berserikat, kebebasan politik, kebebasan memilih dan dipilih dalam kontestasi politik. Konsekuensi selanjutnya adalah pemilihan umum sebagai sarana bagi rakyat untuk memilih wakil-wakilnya.

Argumen itu, lanjut dia, membawa segala aspirasi rakyat yang nantinya tertuang dalam kebijakan, sebagaimana prinsip yang kita ketahui bahwa demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat.

Dalam pernyataan sikap itu, mahasiswa juga menyebut, pada senin 16 oktober 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan satu keputusan yang agak nyeleneh dan sangat kontroversial.

Putusan yang bernomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut justru memberi ruang bagi penumpukan kekuasaan sekelompok keluarga. Pada bagian putusan akhir MK menyatakan bahwa, batas usia capres dan cawapres adalah sekurang-kurangnya berusia 40 tahun atau yang berusia dibawah.

"Namun sepanjang telah berpengalaman menjadi pejabat negara dan/atau kepala daerah yang didapatkan melalui proses Pemilu atau Pilkada. Justru memberi ruang bagi salah seorang anak presiden Jokowi yang bernama, Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden", ungkapnya.

Adapun lanjut Ira, putusan ini terindikasi politis, sebab pimpinan tertinggi dan MK yang di nahkodai Anwar Usman, merupakan paman kandung dari Gibran Rakatuming Raka.

Selain itu, lanjut Ira, Presiden Jokowi juga terindikasi melakukan tindakan politis yang tidak etis, hal ini lerbuka ketika presiden Jokowi mengeluarkan pernyataan dalam suatu wawancara bahawa dirinya boleh memihak dalam kontestasi pemilu (Politik Cawe-cawe).

"Padahal dalam peraturan KPU no 7 Tahun 2017 pasal 299 ayat 3 menyebutkan, Pejabat negara lainnya yang sudah berstatus sebagai anggota partai politik dapat melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan sebagai calon preseden dan atau wakil presiden", ucapnya.

Ira menambahkan bahwa, Mereka juga mendesak KPU Bawaslu dan seluruh elemen aparatur negara yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu dan tingkat pusat sampai daerah untuk mrnyelenggarakan pemilu secara adil dan netral.

"Kami menghimbau kepada kepala desa, raja-raja yang ada terkhususnya di Provinsi agar taat kepada undang-undang untuk bersikap netral", tandasnya (jardin papalia)

  • Bagikan