Kasus Bos Kipe ‘Dikeroyok’ Penegak Hukum: Krimsus, Kejati Hingga KPK

  • Bagikan
pemilu
Ruko Pasar Mardika milik Pemerintah Provinsi Maluku yang dikelola PT Bumi Perkasa Timur. (foto dok ameks.id)

Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Muhammad Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe, tak begitu bagus nasibnya. Tiga institusi penegak hukum sekaligus menangani kasus Bos PT. Bumi Perkasa Timur ini.

Dia diduga sebagai otak dibalik dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), pengelolaan Ruko di pasar Mardika milik Pemerintah Provinsi Maluku. Kasus ini diduga merugikan Pemerintah Provinsi Maluku sebagai pemilik aset miliaran rupiah.

Kasus ini mulai ditangani Direktorat Kriminal Khusus Polda Maluku. Direktur Kriminal Khusus Polda Maluku Kombes Pol. Hujra Soumena kepada Ameks.Fajar.Co.Id, 12 Mei 2024, membenarkan, jika pihakya tengah melakukan penyelidikan dugaan pelanggaran hukum dalam pengelolaan pasar tradisional pasar Mardika.

" Iya, untuk kasus pasar Mardika, sudah dalam penyelidikan kita," ucap Hujra Soumena, via telephone, Minggu (12/5/2024).

Lebih lanjut, Hujra Soumen berujar, sudah puluhan orang dari dua ratusan pedagang yang menyewa Ruko milik Pemerintah Provinsi Maluku itu diperiksa penyidik Ditreskrimsus Polda Maluku.

Kasus sewa menyewa yang diperiksa, antara tahun 2022 hingga 2023 . "Termasuk ada beberapa pihak Bank juga, sudah dipanggil untuk dimintai keterangan klarifikasi,” ungkap Hujra.

Selain pelaku usaha penyewa ruko, perwira asal desa Negeri Lima, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) itu, juga memastikan pihak PT. Bumi Perkasa Timur, yakni Muhammad Franky Gaspary Thiopelus alias Kipe selaku penerima kuasa pengelola sudah dipanggil.

Kipe dipanggil untuk hadir di markas Ditkrimsus Polda Maluku di Jalan Rijali, Batu Meja, Kecamatan Sirimau, Ambon guna dimintai keterangan penyidik beberapa pekan lalu.

"Kipe sudah kita panggil, tapi yang bersangkutan berhalangan, katanya sakit sehingga tidak hadir. Kita akan kirim surat panggilan lagi, untuk rencana pemeriksaan hari Rabu (Rabu, 15/5/2024-red)," ujar Soumena, lagi.

Diketahui penyelidikan kasus pengelolan pasar tradisional Mardika, Ambon ini berdasarkan hasil rekomendasi Pansus bentukan DPRD Maluku, atas temuan dugaan pelanggaran hukum oleh PT. Bumi Perkasa Timur (BPT) terkait sewa Ruko Pasar Mardika.

Kasus ini dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Ditreskrimsus Polda dan Kejaksaan Tinggi Maluku.
Satu dari 20 rekomendasi itu, Pansus mendorong aparat penegak hukum mengusut dugaan perbuatan melawan hukum maupun dugaan adanya unsur kolusi (penyalahgunaan kewenangan) dalam perjanjian kerja sama pemanfaatan 140 Ruko yang merupakan aset milik Pemprov Maluku dengan PT. Bumi Perkasa Timur (BPT).

Pansus bentukan DPRD Maluku menemukan 12 pemegang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang menempati Pertokoan Pasar Mardika telah melakukan pembayaran kepada PT. BPT sebesar Rp18.840.595.750, sementara PT. BPT hanya menyetor ke Pemprov Maluku sesuai Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan antara Pemprov dengan PT. BPT sebesar Rp 5 miliar.

Rinciannya untuk tahun 2022 Rp 250 juta  dan untuk tahun 2023 sebesar Rp4.750.000.000. Selain itu, Pansus juga menemukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam pengumuman pemenang tender pemanfaatan 140 Ruko milik Pemprov yang dimenangkan PT BPT.

Selain Ditkrimsus Polda Maluku, Kejati Maluku juga melakukan tindakan hukum terhadap kasus yang sama, terhadap Kipe. Pelapornya juga, adalah Pansus DPRD Maluku.

Kasipenkum dan Humas Kejati Maluku Ardy, Rabu 12 Juni 2024, yang dikonfirmasi terkait dengan pemeriksaan saksi pada kasus pengelolaan 140 Ruko milik Pemprov Maluku, enggan berkomentar banyak. Namun, diakuinya, tim penyelidik sudah melayangkan surat panggilan kepada pihak-pihak terkait.

“Tim Pidsus telah melayangkan surat panggilan kepada pihak-pihak terkait,” tulisnya singkat saat dikonfirmasi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga menerima laporan yang sama dari Pansus DPRD Maluku pada 22 Januari 2024. Balasan atas laporan Pansus juga sudah dikirimkan KPK sejak Maret lalu. (elias rumain)

  • Bagikan