Kisah Nelayan di Suwakul: Bertaruh Hidup di Tengah Cuaca Buruk, Asal Dapur Tetap Berasap

  • Bagikan
Seram Bagian Timur
Darmin Ena, nelayan dari desa Suwakul, Pulau Gorom, SBT.

Gorom, AMEKS.FAJAR.CO.ID — Gelombang dan angin kencang, masih melanda perairan Maluku. Peringatan selalu datang dari BMKG, ada cuaca buruk. Nelayan, dilarang melaut. Karena bahaya bagi keselamatan.

Kondisi ini juga terjadi di perairan Seram Bagian Timur (SBT). Di Pulau Gorom, paling terparah. Meski cuaca cerah, tapi angin selalu bertiup kencang. Angin kencang memantik gelombang tinggi, karena itu BMKG selalu mengingatkan nelayan tak turun melaut.

Tapi tidak buat Darmin Ena. Pria asal desa Suwakul, Pulau Gorom, selalu nekat melaut, meski cuaca tidak bersahabat. Gelombang tinggi dilawannya, demi penuhi kebutuhan hidup keluarga.

“Kalau saya tak melaut, lalu keluarganya saya mau makan apa,” ungkap Darmin, membuka obrolan dengan wartawan ameks.id di Desa Suwakul.

Sore itu, ditepi pantai. Langit cerah. Tapi angin dari arah timur bertiup kencang. Dibelakang rumahnya, Darmin sedang sibuk bereskan alat pancingnya.

"Musim angin timur memang cuaca ekstrim hanya nelayan punya keberanian yang bisa melaut,” kata dia dengan senyum di wajahnya yang penuh peluh.

Darmin, adalah salah satu nelayan Tuna. Sudah beberapa bulan ini, hasil tangkapannya turun drastis. Cuaca buruk, menjadi penyebab utamanya. Meski demikian, dia memilih tak tunduk terhadap cuaca buruk.

Menurut dia, di bulan Agustus, biasanya terjadi peralihan angin barat ke angin timur. Peralihan ini membuat Nelayan jarang melaut. Karena angin beritup kencang dan gelombang tinggi.

"Separuh teman-teman berhenti melaut. Sedangkan saya tetap melaut karena demi kebutuhan hidup,” singkat darmin sambil menggerakan tangan menggulung senar alat pancingnya, di tepi pantai. Sabtu (17/8/2024).

Darmin mengaku, nekat bertaruh nyawa dengan terjangan ombak tinggi. Angin kencang pun menjadi ancaman. Tapi demi kebutuhan hidup keluarganya, dia harus bertaruh.

Penghasilannya dari melaut cukup tinggi. Sehari melaut, biasa mencapai Rp300.000. “Itu kalau cuacanya bagus untuk melaut. Penghasilannya tinggi sekali,” ungkap Darmin.

Saat cuaca buruk, mereka harus putar otak untuk bisa mendapatkan penghasilan. Apalagi buruknya cuaca, tahannya dalam waktu lama. Darmin akan kian pusing untuk penuhi kebutuhan hidupnya.

"Biasanya sekali pergi mancing bisa dapat dua ratus sampai tiga ratus ribu bahkan lebih. Sekarang tidak bisa. Kalau saya tidak melaut, itu tidak ada penghasilan sama sekali,” tutur Darmin.

Meski nekat melaut, penghasilnya tak juga sebesar cuaca yang baik. “Kalau sekarang hanya bisa dapat modal beli minyak,” timpal Darmin.

Disaat cuaca buruk, Darmin mengaku, mereka butuh perhatian pemerintah. Baik kabupaten, maupun provinsi. Karena nyaris tak cukup hasil tangkapannya, bisa mengganti modal yang dikeluarkan untuk sekali melaut.

Menurut dia, kondisi kehidupan masyarakat pesisir dan Nelayan di daerah itu kurang diperhatikan. Hak-hak nelayan berupa bantuan BBM Subsidi, alat tangkap ikan, rumpong dan perahu fiber jarang diterima.

Rata-rata nelayan di Suwakul, tidak menikmati BBM subsidi dari pemerintah. Mereka hanya membeli eceran di jalan-jalan. Harganya bervariasi, Rp15 ribu sampai Rp18 ribu per liter.

"Disini tidak ada minyak murah untuk nelayan kalau di daerah lain ada. Kami hanya dapat di pedagang eceran kalau pertileit 15 ribu rupiah. Pertamax 18 ribu rupiah per liter" jelasnya.

Dia tak menampik pernah ada rencana bantuan nelayan dari Pemerintah. Bantua itu berupa, fiber dan peralatan pancing. Hanya saja sampai sekarang bantuan itu tak kunjung tiba.

"Waktu itu sudah lama, dari kementrian datang foto ambil gambar katanya untuk dapat bantuan fiber dan alat pancing, tapi sampai sekarang tidak muncul,” tambahnya.

"Kesejateraan nelayan dan masyarakat pesisir sudah saatnya merdeka. Asalkan pemerintah mau serius memperhatikan nasib kami,” kata dia, menutup obrolan siang itu.

Nasib nelayan menjadi salah satu permasalahan serius di Tanah Air. Slogan negara maritim hanya menjadi simbol. Nelayan, masih termarginalkan. Masih jauh dari kata sejahtera. (Sahdan Fabanyo)

  • Bagikan