Dulu Miskin di Aru, Bram kini Sukses Studi di Amerika

  • Bagikan
Abraham Soyem
Abraham Soyem

Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Kerja keras sejak lulus SMA, mengantar Abraham Soyem sukses di dunia pendidikan. Tuntaskan studi S1 di FKIP Unpatti, kini putra Aru ini menyisahkan enam bulan untuk menyelesaikan S2-nya di George Washington University, Amerika Serikat.

“Saya dulu kuliah harus berjalan kaki,” kata Abraham biasa disapa Bram ini, kepada AMEKS.FAJAR.CO.ID Kini dia berada di Amerika untuk menyelesaikan Full time mahasiswa Master Business Tourism Administration, di School of Business,George Washington University.

Ke Amerika, tahun 2021. Bram mulai studinya Agustus tahun itu juga. Dia, adalah mahasiswa program bea siswa dari LPDP Indonesia. Sebelum sampai ke Amerika, banya kerja ditekuninya. Banyak negara disinggahinya. Pengalamannya di dunia tourism seabrek.

Lahir tanggal 17 Februari 1989, di Ngaibor, Kabupaten Kepulauan Aru, dari keluarga yang kurang secara ekonomi. Kondisi yang serba kekurangan itu, mendorong pemuda ini sukses dalam dunia pendidikan.

Baca:

“Ayah saya petani, tapi tidak punya lahan untuk bertani,” kata Bram sambil tertawa di ujung telepon, saat di hubungi AMEKS.FAJAR.CO.ID dari Ambon. “Tapi saya bangga punya mereka,” tambah Bram.

Sadar pendidikan bisa mengubah hidupnya, lepas SMA tahun 2007, dia merantau ke Ambon. Ke Ambon hanya modal nekat. Orang tuanya hanya memberinya ongkos kapal, dan sedikit uang untuk bisa hidup di Ambon.

Beruntung di Ambon, Bram bisa bekerja di Kantor Kelurahan Siwalima. “Dulu tempatnya di Lapangan Merdeka, Ambon,” kata dia. Disana dia bekerja sebagai tenaga administrasi, sambil menunggu panggilan kuliah dari Unpatti.

Bram masuk ke Unpatti, karena diusulkan pihak sekolah. Untuk masuk kuliah, Bram butuh biaya. Orang tuanya terpaksa harus meminjam uang agar Bram bisa kuliah. Belajar kerasnya membuahkan hasil, sejak semester 2 hingga selesai studi di FKIP Unpatti, dia mendapatkan bea siswa jalur prestasi dari Unpatti.

Saat kuliah, dia sudah mendapat kerjaan sebagai tour guide atau pemandu wisata di perusahaan milik pengusaha Rusia di Ambon tahun 2014. Darisana pengalamannya bertambah. Di tahun yang sama Bram mendapat bea siswa ke Kolombia selama 8 bulan.

Di tengah aktivitasnya yang tinggi, Bram dapat kabar kalau ibunya meninggal tahun 2014. Saat itu, dia lagi di Thailand. Bram langsung meninggalkan aktivitasnya untuk melihat Ibunya untuk terakhir kali.

“Satu tahun kemudian, tahun 2015 ayah saya juga meninggal. Saat itu saya lagi di Kolombia. Kini saya menjadi yatim piatu,” ungkap Bram yang selalu mengaku bangga memiliki kedua orang tuanya itu.

Di dunia kemahasiswaan Bram cukup aktif. Tahun 2015, dia bersama beberapa rekannya bikin konfrensi mahasiswa se Asia di Filipina. Bram baru menyelesaikan studinya di FKIP jurusan Bahasa Inggris pada tahun 2016 dengan IPK 2.25.

Di Tahun 2018 akhir, dia mendapat bea siswa dari LPDP. “Saat itu saya bersama Valdy Rijoli,” unga Bram. Namun 2021 baru dia berangkat ke Amerika untuk studi. Keterlambatan, karena 2020 ada pandemi.

“2019 saya lagi banyak projek dari pemerintah USA. Krn di sela-sela dapat beasiswa, fokus di green earth company yang base di Bali. Lalu 2019 banyak kontribusi kepada TNI-AD di Pulau Jawa. Saya jadi instruktur Bahasa Inggris dan Prancis bagi anggota TNI yang akan ke Libanon untuk misi perdamaian,” kata Bram.

Agustus 2021, Bram memulai studinya di School of Business,George Washington University. Di tengah studinya, Bram coba-coba melamar ke perusahaan property ternama di Amerika. Dan dia keterima.

Baca:

“Saya diterima juga karena ada rekomendasi yang diberikan beberapa profesor di kampus saya ke perusahaan itu. Rekomendasi itu hanya diberikan kepada mahasiswa yang dinilai punya kemampuan keilmuan,” ungkap Bram.

Dia akan bekerja sebagai Staf Market and Demand Analyst di Perusahan Property Water Gate, Washington DC. Lama kontrak kerjanya Selama dua tahun. Setelah dua tahun itu, dia berkeinginan untuk melanjutkan studi S3.

Sudah ada tawaran dari pihak George Washington University, tapi Bram belum memutuskan. Dia ingin kembali lagi ke Indonesia, untuk melapor ke LPDP kalau studinya sudah selesai.

“Saya berharap dapat bea siswa lagi dari LPDP. Oh iya, Juni ini saya dikirim pihak kampus untuk mengunjungi dan belajar disalah satu Universitas di Tbilisi, Georgia sebagai International Exchange Student,” tandas Bram yang menguasai Bahasa Inggris, Spanyol, dan Pasif bahasa Prancis, Belanda ini.

Kepada pemuda Aru, Bram berpesan. “Ekonomi saya tidak mampu. Tapi saya ingin maju. Bisa bersaing dengan yang lain. Semua diberi waktu. Jangan jadikan status ekonomi jadi alasan untuk tidak bermimpi besar. Jangan jadikan geografis sebagai hambatan. Jangan jadi kesuksesan orang lain untuk mendiskreditkan keingin kita.”(yan)

  • Bagikan