Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Elektabilitas Irjen (Purn) Polisi Murad Ismail, dan Letjen (Purn) TNI-AD Jeffry Rahawarin nyaris sama 18 persen, berdasarkan survei Lingkaran Survei Indonesia. Dua mantan jenderal berbeda matra ini, diprediksi akan berada dalam tarung sengit meraih simpati pemilih dalam Pemilihan Gubernur Maluku 2024 mendatang.
Di bawah mereka, ada Brigjen TNI-AL Said Latuconsina, yang masih aktif menjabat Komandan Lantamal Ambon. Jeffry dan Said gencar menabur ucapan. Namun Jeffry massif mengkampanyekan program ketika akan menjadi Gubernur Maluku, meski secara resmi, mantan Pangdam Pattimura ini belum menyatakan maju.
Sementara Said Latuconsina hanya menyampaikan ucapan-ucapan kepada publik Maluku melalui baliho dan spanduk, ketika ada momentum keagamaan, maupun kegiatan nasional dan daerah. Dia juga belum pernah menyampaikan keinginannya untuk maju sebagai Gubernur.
Hal yang sama juga dilakukan Murad Ismail. Semua spanduk dan Baliho Murad, resmi dipasang Pemerintah Provinsi Maluku. Gubernur yang dilantik 2019 ini, juga belum resmi menyatakan akan kembali bertarung menjadi Gubernur Maluku.
Dari ketiganya, memang Jeffry sudah jauh melangkah untuk pastikan bertarung di Pilgub Maluku 2024. Kabarnya, Jeffry malah sudah didampingi oleh Lingkaran Survei Indonesia. Namun LSI juga belum secara resmi menyampaikan, melakukan pendampingan kepada bakal kandidat dengan akronim JAR ini.
Peneliti Index, Nendy Kurniawan Asyari, mengaku tidak ada yang salah, setiap figur yang ingin maju dalam Pilgub bersosialisasi dalam segala bentuk, karenan mereka juga belum terdaftar sebagai calon Gubernur Maluku 2024 oleh KPU Maluku.
“Wajar kalau mereka mulai bersosialisasi. Apalagi melawan incumbent, tentu butuh kerja lama untuk yakinkan pemilih bahwa mereka lebih baik dari yang lain. Tentu dengan berbagai metode pendekatan ke pemilih,” ungkap Nendy.
Apakah sosialisasi melalui baliho atau alat peraga ini efektif, Nendy menjelaskan, sangat bergantung pada fase kapan Pilkada digelar. Menurut dia, kebanyakan alat peraga berupa baliho, maupun spanduk dipakai untuk mendongkar pengenalan, dan popularitas kandidat.
“Kalau tersisa satu tahun kaya begini, baliho maupun spanduk, bergantung pada derajat efektivitasnya, dibanding metode lainnya. Karena fase pengenalan itu harusnya sudah lewat. Semua metode untuk mempengaruhi preferensi pemilih, kan bergantung pada fase waktunya,” terang Nendy.
Meski demikian, kata Nendy, alat peraga tetap penting, nanti setelah bakal kandidat Gubernur menemukan pasangan wakilnya, kemudian sudah ditetapkan KPU, dan nomor urut sudah ada.
Soal siapa terkuat, Nendy menegaskan, ukuran angka-angka bergantung pada metode ilmiah yang dipakai, seperti lembaga survei. Karena mereka, menggunakan instrumen ilmiah untuk menentukan tingkat elektabilitas masing-masing bakal calon Gubernur.
“Lembaga survei itu kan memotret kemana arah pemilih memilih, dan mereka memilih siapa sebelum Pilgub itu digelar. Kita tidak bisa menentukan siapa kuat, tanpa instrumen ilmiah yang bersifat empiris,” kata Nendy.(yani)