AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Calon anggota DPRD Provinsi Maluku Justina Renyaan dari Partai NasDem daerah pemilihan (Dapil) Kota Tual, Maluku Tenggara dan Kabupaten Kepulauan Aru melaporkan terjadinya penggelembungan suara ke Bawaslu dan KPU Maluku.
Tak terima suaranya dicaplok ke caleg lain, dia juga melaporkan terjadi pengelembungan suara yang dilakukan oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Tayando Tam, Kota Tual.
Justina caleg nomor urut 1, kepada awak media menjelaskan, dari total 22 TPS di Kecamatan itu, ia memperoleh 11 suara. Rekan separtainya M. Fauzan Rahawarin caleg nomor urut 02 memperoleh 171 suara.
Anehnya saat pleno PPK suaranya 11 turun menjadi 1. Sedangkan Fauzan 171 meningkat menjadi 807 suara. Terjadi pengelembungan 636 suara dari total suara awal di TPS. Penambahan ini dicaplok dari 10 suara milik Justina sisanya diduga diambil dari partai lain.
Parahnya, saksi partai NasDem hanya diam dengan hasil pleno di PPK. Begitu juga saksi partai lain, tidak mengajukan keberatan terkait pengelembungan suara, hingga pada akhirnya hasil tersebut resmi ditetapkan PPK.
Padahal jika pleno dilakukan dengan jujur tanpa kecurangan, suara Justina secara keseluruhan mengungguli Fauzan.
"Kami tidak diberikan ruang oleh PPK saat Pleno di Kecamatan Tayando Tam. PPK hanya membolehkan saksi partai yang ada mandat untuk berbicara. Sementara saksi NasDem diam saja, diduga sudah ikut main dalam permainan ini,” kata dia.
“Saksi Partai lain juga tidak mengajukan keberatan. Suara Fauzan 807 dapat dari mana?. Suara dia hanya 171. Terjadi pengelembungan 636 suara. Saya 10 suara hilang, sisa 1 suara. Inikan kejahatan," ujar Justina kepada awak media usai melaporkan masalah pengelembungan suara di Bawaslu dan KPU Maluku, Selasa (12/3/2024).
Saat pleno di KPU Kota Tual, Justina yang merasa dirugikan melakukan pendekatan dengan saksi NasDem dan beberapa saksi dari partai lain, untuk menyampaikan terjadinya pengelembungan suara Fauzan Rahawarin di PPK Tayando Tam. Namun tidak ada ruang diberikan, dan sangat terlihat semua telah di atur secara terstruktur sistematis dan masif (TSM).
"Saya datangi KPU dan Bawaslu Kota Tual menyampaikan masalah ini. Dan menurut mereka pleno tetap lanjut, karena di Kecamatan semua saksi menyetujui hasil, tidak ada yang keberatan. Kemudian Pleno di KPU juga tidak ada saksi keberatan. Sehingga dianggap tidak ada masalah," kata Justina sembari menceritakan penjelasan KPU dan Bawaslu Kota Tual kepadanya.
Anggota DPRD Maluku dua periode itu berharap, laporan yang disampaikan ke Bawaslu Provinsi Maluku dan KPU dapat ditindaklanjuti sebagaimana ketentuan berlaku. Paling tidak dapat mengambil alih hasil pleno dan melihat kembali data perolehan suara sebenarnya di TPS.
"Kami hanya fokus di Kecamatan Tayando, suara saya hilang 10. Kemudian pengelembungan suara dari 171 menjadi 807, dapat dari mana. C1 salinan semuanya kami punya lengkap. Ada juga kecurangan terhadap suara saya di tempat yang lain, tapi tidak terlalu berdampak seperti di Tayando,"jelasnya.
Baginya kejahatan seperti itu, sangat merusak tatanan adat istiadat daerah Kei khususnya Kota Tual, disebabkan karena adanya kepentingan politik caleg, dan juga penyelenggara secara berjenjang KPU hingga PPK.
"Banyak praktek manipulasi hasil Pileg. Peralihan suara calon tertentu di bekap pada saat pleno PPK dan KPU dengan menyiapkan saksi yang searah, dalam permainan kejahatan ini,"sebutnya.
Sementara itu, Yopi Renyaan saat mendampingi Justina menambahkan, pergeseran suara merupakan kejahatan sistematis yang tidak perlu dibiarkan karena sangat mencederai hak demokrasi setiap anak bangsa, dan mengkebiri hak suara masyarakat yang memberikan dukungan kepada Caleg tersebut.
PPK Tayando Tam kata dia, telah melakukan pelanggaran prosedural pengelembungan suara. Meski menguntungkan partai NasDem, namun secara internal merugikan caleg yang tadinya suara meningkat dijatuhkan lewat kejahatan pengelembungan suara.
"Kita hanya berharap Bawaslu dan KPU Provinsi mengambil alih kasus ini agar dilakukan sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan. Sebab yang terjadi saat ini merupakan perbuatan kejahatan.
Tidak memberikan ruang kepada caleg yang merasa dirugikan," ungkap mantan Ketua KPU Maluku Tenggara itu. (wahab)