AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Mitra Tular Nalar dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Maluku, menggelar Sekolah Kebangsaan 3.0. Kegiatan kali ini menyasar siswa-siswi SMA 11 Seram Bagian Barat (SBB) dan masyarakat milenial di Hualoy-Tomalehu, Kecamatan Amalatu.
Sebelumnya Sekolah Kebangsaan Tular Nular 3.0 juga digelar di MAN 1 Ambon. Menurut PIC Tular Nalar Wilayah Maluku, Abdul Manaf Tubaka, manusia yang memiliki kemampuan literasi yang baik akan mampu berpikir kritis dalam memecahkan berbagai persoalan dengan menggunakan segala pengetahuan yang ia punya.
Selain itu, lanjut dia, dapat mengkombinasikan pengetahuan tersebut untuk melahirkan jalan keluar yang bermanfaat bagi diri sendiri dan khalayak lain. Melemahnya kemampuan berpikir kritis secara digital, seseorang akan dengan muda terpapar oleh informasi yang menyesatkan (hoaks).
Mengutip Data survey dari Katadata Insight Center (KIC) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta SiBerkreasi tahun 2020, menemukan 30 sampai 60 persen masyarakat Indonesia terpapar hoaks.
"Kondisi demikian itu tentu menuntut setiap orang untuk bisa memiliki kemampuan literasi digital, dan berpikir kritis adalah kunci dalam menghadapi tsunami informasi," kata Abdul Manaf saat memberi sambutan dalam kegiatan Sekolah Kebangsaan Tular Nalar, Sabtu (10/8/2024).
Menurut dia, Sekolah Kebangsaan Tular Nalar 3.0 bertujuan untuk mengajak para Generasi Z dan Melinial untuk memahami betapa pentinnya literasi digital. Sisi lain, program ini bertujuan menumbuhkan kebiasaan berpikir kritis peserta dalam mencerna informasi disampaikan dengan cara yang menyenangkan.
"Kurikulum yang dikembangkan dan tools (alat) pembelajaran, seperti video, kuis, tutorial, modul dan lain-lain, sehingga membuat kegiatan ini menyenangkan bagi peserta," ungkapya.
Manaf mengatakan, salah satu isu paling krusial dari demokrasi di era digital adalah kemampuan mengelola informasi, baik yang benar ataupun palsu. Terkait berita palsu, ada studi menarik tentang informasi palsu yang menunjukan trend dipolitisasi untuk membenarkan penggunaan taktik represi digital.
"Represi digital bisa mengancam siapa saja dan dalam profesi apapun. Hal inilah yang mematikan ruang sipil (civic space)," jelasnya lagi.
Diakhir komentarnya, Abdul Manaf juga megajak siswa-siswi untuk menggunakan handphone secara bijak. Artinya harus punya kesadaran kritis dengan mengakses informasi-informasi yang mendidik. Yang tidak penting tidak usah diakses.
Sementara itu Muslan Kalidupa, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) SBB mengatakan, peran Generasi Z dan Milenial dalam pesta demokrasi atau pemilihan umum sangat penting. Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, jumlah pemilih terbesar ada di Generasi Z dan Milenial, di mana angkanya sekitar 64 persen lebih.
Karena itu, Bawaslu membutuhkan partisipasi aktif dari masyarakat, terutama dari Generasi Z dan Milenial yang saat ini sedang mengikuit Sekolah Kebangsaan Tular Nalar.
"Ya, harapan kita di Bawaslu SBB, dengan adanya pemahaman literasi digital semacam ini, para generasi (siswa-siswi) bisa membantu mengawasi jalannya pemilu, terutama dalam mengantisipasi berita-berita bohong yang beredar di berbagai platform sosial media," harapnya.
Nurul Ismi Jumat, Siswa SMA 11 Seram Bagian Barat mengaku, kegiatan Sekolah Kebangsaan Tular Nalar 3.0, tentu sangat bermanfaat bagi siswa-siswi di sekolahnya. Menurut dia, materi yang diberikan para pendamping atau fasilitator sangat menambah wawasan kebangsaan, karena sebelumnya mereka tak punya pengetahuan terkait hal tersebut.
Sekolah Kebangsaan Tular Nalar 3.0 ini dipartisipasi oleh 110 peserta, yang terdiri dari siswa-siswi aktif dan para alumni yang saat ini tengah mengenyang pendidikan pada sejumlah Perguruan Tinggi di Ambon.
Dihadiri pula oleh Wakil Kepala Sekolah, Tamzit Hehanussa, Kepala Pemerintah Negeri (Kapeneg) Hualoy, Arief Tubaka, Imam Masjid Zainal Abidin, Ustd Bakri Tubaka, Ketua Panwaslu Amalatu, Agusalim Patty, dan para staf dewan guru SMA 11 Seram Bagian Barat. (elias)