Jakarta, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) masih memantik pertentangan dalam masyarakat. living law atau hukum pidana adat yang dirasa tidak adanya kepastian hukum dalam living law, salah satu fokus debat.
Hal Ini disampaikan Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono, dalam acara sosialisasi KUHP. Sosialisasi digelar Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI), di Pontianak, Rabu (18/1/2023).
Selain Guru besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, Prof. Dr. Pujiyono, ada juga Guru besar Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Prof. Benny Riyanto, serta Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Profesor Topo Santoso.
Menurut Pujiyono, masih terdapat pertentangan dalam masyarakat hingga menjadi isu actual, sebut saja living law yang dirasa tidak adanya kepastian hukum dalam living law.
“Di dalam KUHP nasional kita lihat disana yang dimaksud dengan living law ini, adalah hukum pidana adat, ini bukan hal baru, hukum positif kita mengenal living law dan sekarang masih berlaku," jelas Pujiono.
Ia juga menambahkan bahwa hukum living law berlaku dimana hukum itu berada dan nilai-nilai Pancasila sebagai filter bagi dasar living law yang berlaku di Indonesia.
“living law yang eksis yang kemudian diakui, diakomodir, dan diberlakukan ada syarat-syarat pemberlakuannya, berlaku terbatas dimana hukum pidana adat itu berlaku, tidak boleh bertentangan degan Pancasila, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dasar 45, tidak boleh bertentangan dengan HAM,” tambah Prof Pujiono.
“jadi KUHP ini disusun atas keseimbangan nilai global dan juga nilai-nilai nasional, tetapi ada parameternya bahwa disitu harus ada filter sebagai faktor pembenaran yaitu Pancasila sebagai margin of apresiation, bahwa Pancasila sebagai faktor pembenaran di dalam filter itu,” lanjut prof Pujiyono.
Dalam kesempatan yang sama, Prof Benny Riyanto mengungkapkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru sudah mengikuti pergeseran paradigma hukum pidana yang universal.
“KUHP nasional kita itu sudah mencerminkan nilai-nilai dasar falsafah negara, nilai-nilai budaya bangsa, dan juga nilai-nilai hak asasi manusia yang bersifat universal,” ujar Prof. Benny.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Profesor Topo Santoso menjelaskan mengenai tiga pilar fundamental dalam hukum pidana.
"Trias hukum pidana itu adalah tiga bagian paling penting dari hukum pidana materil, pertama adalah tindak pidana, kedua adalah pertanggung jawaban pidana, dan ketiga adalah pidana dan pemidaan," kata prof Topo.(*)