Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Proyek Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku selalu menyisahkan masalah. Sebelum Cekdam Rinjani dibangun, dua cek dam dibangun BWS, Jacobus dan Petra, namun hingga kini proyek belasan miliar itu tak berfungsi.
Cek dam Jacobus, dan Petra dibangun sejak tahun 2021 dengan total anggaran mencapai Rp16 miliar. Namun sejak dibangun hingga kini dua cek dam tersebut tak berfungsi untuk mengatasi banjir di Ahuru hingga Negeri Batumerah.
Buktinya sejak selesai dibangun hingga kini jika hujan deras melanda Kota Ambon, Batumerah tetap masih menjadi langganan banjir. Tak berubah, justru material yang dibawah air bertambah banyak.
Setelah dua cek dam tersebut tak berfungsi, BWS bangun lagi cek dam Rinjani pada tahun 2022. Proyek yang dibiayai dengan dana APBN sebesar Rp138 miliar itu, tetap memiliki fungsi yang sama, mengatasi banjir di Sungai Ahuru hingga Negeri Batumerah.
“Jelas ini tidak bisa dibenarkan. Dua cek dam dibangun untuk mengatasi banjir di Sungai Ahuru hingga Batumerah, sekarang dibangun lagi cek dam Rinjani yang juga memiliki fungsi yang sama. Lalu apa fungsi cek dam sebelumnya,” ungkap aktivis antikorupsi Mahyuddin kepada ameks.id.
Karena itu, Himpunan Mahasiswa Maluku di Jakarta, menggelar aksi demo di depan gedung KPK. Demo di gedung merah putih itu, mendesak komisi antirasuah itu memeriksa Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Maluku, yang diduga kental dugaan korupsinya.
Proyek cek dam Rinjanji dibangun PT Jaya Konstruksi Selaras Mandiri KSO, di kawasan Ahuru, Desa Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon.
Aksi tersebut pun sontak mendapat apresiasi dari berbagai pihak, terutama para pegiat anti korupsi, seperti Direktur Mol- lucas Corruption Watch (MCW) Salahuddin Hamid Fakaubun.
Kepada ameks.id, Selasa (23/1) Hamid mengaku, terkait pekerjaan Cek dam itu, pihaknya telah lama melakukan investigasi akibat banyaknya kejanggalan-kejanggalan yang terjadi pada proyek tersebut.
Menurut Hamid, dari hasil investigasi tersebut, MCW mendapatkan banyak kejanggalan dalam proses pekerjaan Cekdam, diantaranya permasalahan ganti rugi dengan warga yang terdampak.
“Karena sampai hari ini masalah ganti rugi dengan warga belum diselesaikan. Kemudian masalah jalan rusak akibat kendaraan proyek yang lewat juga belum diperbaiki,”ungkapnya.
Bukan saja itu, lanjut Hamid, ada juga masalah yang krusial yakni soal struktur bangunan yang menurut hematnya perlu ditelusuri lebih jauh sebab menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Ini perlu diatasi dan kerjakan baik-baik, sebab nanti yang mendapat efeknya adalah masyarakat setempat,”ujar Hamid.
Tidak sampai di situ, Hamid mengungkapkan, masalah Amdal yang belum jelas di proyek Cek dam Ahuru, mengakibatkan warga yang mendiami daerah tersebut mengalami dampak langsung, misalnya beberapa warga Negeri Batu Merah di bagian kepala air.
“Kami turun dan mewawancarai langsung, mereka resah karena pekerjaan tersebut. Masalahnya karena proyek itu, pembuangan mereka tersumbat akibat buangan dari proyek Cekdam,”terangnya.
“Kemudian air yang biasa mereka gunakan untuk mencuci dan keperluan keluarga lainnya juga, tidak bisa lagi digunakan sebab sudah tercemar, karena pembuangan dari proyek cekdam tersebut,”tandas Hamid.
Terkait berbagai kejanggalan dimaksud, Hamid meminta Aparat Penegak Hukum (APH), baik Polda Maluku, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, hingga KPK agar secepatnya men- gusut dan memeriksa Kepala BWS Maluku, Marvan Lanra Ibnu.(zainal patty)