Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) Maluku menolak mengorek proyek Proyek rehabilitasi sarana dan prasarana pendidikan senilai Rp 24,5 miliar. Padahal negara sudah dibikin rugi oleh oknum di Balai Prasarana dan Pemukiman Provinsi Maluku.
Direktur Mollucas Corruption Watch (MCW) Hamid Fakaubun mengatakan, Kejaksaan Tinggi Maluku harus secepatnya mengambil langkah penindakan atas dugaan ketidakberesan dalam proyek Balai Prasarana dan Pemukiman Maluku tersebut.
"Selaku LSM yang bergerak dan konsen pada isu-isu anti korupsi di Maluku, kami meminta agar Kejaksaan Tinggi Maluku segera menindak lanjuti temuan ketidakberesan proyek pendidikan di SBB tersebut, dengan memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait terutama PPK, PT Wira Karsa Konstruksi, dan rekanan yang diberi tanggung jawab dalam proses pengerjaan proyek tersebut," kata Hamid Fakaubun kepada Ambon Ekspres, Jumat (12/5).
Menurutnya, masalah ini semestinya harus lebih diprioritaskan oleh pihak Kejaksaan. Karena tenggang waktu tambahan 90 hari terhitung dari 1 Januari 2023 yang diberikan Kejaksaan untuk menyelesaikan proyek tersebut telah lewat, maka itu sudah bisa menjadi acuan pihak Kejaksaan mengambil langkah penindakan.
Peraturan Menteri Keuangan No. 189/PMK.05/2022 tentang pelaksanaan anggaran dalam rangka penyelesaian pekerjaan pada masa pandemi, jelas dia, memberikan tambahan waktu 90 hari kepada pihak ketiga untuk menuntaskan pekerjaan sisa. Dan itupun waktunya sudah lewat, maka harus dtindaklanjuti. Tindakan preventif tidak bisa lagi digunakan Kejaksaan karena tenggang waktu 90 hari sudah selesai.
Kejaksaan, menurutnya tidak bisa juga beralasan menolak menindak permasalahan tersebut karena proyek tersebut sebagai proyek yang masuk proyek strategis nasional.
"Harus diingat, tidak semua proyek di Balai itu proyek strategis. Dan proyek strategi itu ada di wilayah Papua dan tidak berlaku umum bagi semua Balai," ingatnya.
Apabila kasus ini tidak ditindaklanjuti Kejaksaan, kata dia, maka itu sangat disayangkan. Karena proyek sarana dan prasarana pendidikan ini menyangkut hajat hidup dan masa depan anak-anak Maluku khususnya di Kabupaten SBB.
"Kalau Kejaksaan Tinggi Maluku tidak menindak lanjuti persoalan ini, maka niat dan itikad baik mereka untuk membangun sumber daya manusia di Maluku terutama di Kabupaten Seram Bagian Barat itu patut dipertanyakan," tegasnya.
Karena itu, Hamid berharap, hasil on the spot yang sudah dilakukan tim Kejati Maluku itu harus ditindak lanjuti agar pihak-pihak yang terlibat dapat diproses hukum.
Sementara itu, pihak Kejaksaan Tinggi Maluku melalui Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas, Wahyudi Kareba saat dikonfirmasi Ambon Ekspres, Jumat (12/5) melalui via telepon seluler mengatakan, terkait dengan pemberitaan soal Balai Prasarana dan Pemukiman ia belum bisa memberikan tanggapan lebih jauh sebelum ada koordinasi bersama pimpinan dan tim.
Tapi pada pemberitaan sebelumnya, Wahyudi Kareba sebagaimana ditemui Ambon Ekspres, padaSenin (10/4), di ruang kerjanya mengakui, pekerjaan proyek milik Balai Prasarana dan Pemukiman Provinsi Maluku di SBB itu batas penyelesaian pekerjaan berdasarkan kontrak adalah 31 Desember 2022.
Namun Kejaksaan tetap mengacuh pada peraturan menteri keuangan untuk diberikan kesempatan penyelesaian selama 90 hari.
Tapi adanya hambatan penyelesaian pekerjaan tersebut, maka Kajati Maluku mengeluarkan surat perintah operasi Pengamanan Proyek Strategis (PPS) sebagai langkah untuk melakukan identifikasi potensi kendala penyelesaian pekerjaan. Meskipun demikian, jika ditemukan adanya indikasi penyimpangan akan dilakukan upaya preventif.(YS)