Ambon,AMEKS.FAJAR.CO.ID.- Proses penegakan hukum harus diutamakan daripada alasan politik Pemilihan Umum (Pemilu). Lima orang komisioner Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Aru, sudah harus ditahan, sebagai wujud penegykan hukum.
Tanggapan ini disampaikan akademisi IAIN Ambon, Dr. Nazarudin Umar, menanggapi terkait 5 anggota Komisioner Komisi Pemelihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Aru yang ditetapkan tersangka tindak korupsi. Mereka hingga kini belum ditahan, bahkan masih menjalankan proses Pemilu 2024.
Kelima tersangka itu yakni, MD, MAK, YL, TJP, KR, AR yang menjabat sebagai Ketua dan anggota serta sekretaris KPU Kepulauan. Mereka ditetapkan tersangka korupsi dana hibah Pemelihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020.
Secara hukum, kata Nazarudin, seseorang ditetapkan tersangka atau terdakwa dapat dilakukan penahanan dengan alasan obyektif, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP, bahwa penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara lima tahun atau lebih.
Menurutnya, apabila dengan penetapan tersangka anggota komisioner KPUD Kabupaten Kepulauan Aru disangkakan dengan Pasa 2 Ayat (1) UU Tipikor : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun.
“Maka konstruksi pasal di atas seharusnya memenuhi kualifikasi unsur objektif sebagaimana yang dimaksud pasal 21 ayat 4 KUHAP,” jelas Nazarudin Umar kepada Ameks.Fajar.Co.Id, Jumat (25/6/2023).
Ancaman pidananya, kata Nazarudin, lebih dari 5 tahun yakni seumur hidup. Apalagi tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana luar biasa yang menjadi program utama pemerintah dan musuh bersama negara, sangat mendapat perhatian publik.
"Jika pada akhirnya, para tersangka akan ditahan, tidak akan mempengaruhi proses pemilu. Sebab ada peraturan yang sudah mengantisipasi, jika anggota KPUD Kabupaten/Kota berhalangan tetap maka ada mekanisme pergantian anggota KPU, KPUD Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota," katanya.
Kemudian, berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, Dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota Pasal 126 (1) bahwa Anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123 ayat (1) huruf c, dalam hal d. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
"Dengan penetapan tersangka tanpa dilakukan proses penegakan hukum lebih lanjut, tentu bertentangan dengan prinsip contante justitie dimana keadilan diberikan secara kontan," jelas Nazarudin, lagi.
Postulat tersebut, kata dia, juga dapat dijelaskan dan dimaknai bahwa proses penegakan hukum dan keadilan harus dilaksanakan dengan cepat/kontan hal ini juga sejalan UU Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 2 ayat (4) menyebutkan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan.
Dimana, lanjut Nazarudin, prinsip tersebut dimaksudkan agar proses penegakan hukum dilakukan dengan cepat dan tepat untuk mewujudkan kepastian hukum dan keadilan masyarakat.
"Sebab uang yang dikorupsi merupakan uang rakyat. Dalam konteks tindak pidana korupsi, sangat relevan untuk memberikan efek jerah. Sehingga semakin terlambat penangananya akan berdampak terlambatnya pembangunan di tengah masyarakat Aru,” sebut Nazarudin.
“Karena negara kita menganut prinsip negara hukum rule of law, maka sejatinya proses penegakan hukum harus diutamakan daripada alasan politik pemilu,” tambahnya.
Kemudian, lanjut Nazarudin Umar, Pasal 129 PKPU 8 Tahun 2019 juga mengatur dalam hal seluruh anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota diberhentikan sementara, tugas dan tanggung jawabnya diambil alih oleh anggota KPU setingkat di atasnya sampai adanya keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atau keputusan Rapat Pleno DKPP.
Dan pasal 130 telah mengatur Penggantian antar waktu anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dilakukan dengan ketentuan: anggota KPU digantikan oleh calon anggota KPU peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh DPR; Anggota KPU Provinsi digantikan oleh calon anggota KPU Provinsi peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh KPU; dan Anggota KPU Kabupaten/Kota digantikan oleh calon anggota KPU Kabupaten/Kota peringkat berikutnya dari hasil seleksi yang dilakukan oleh KPU.
“Ketentuan tersebut akan mengantisipasi jika terdapat anggota KPUD yg bermasalah secara hukum sehingga tidak akan terjadi kekosongan penyelenggara pemilu. Dan karena negara kita menganut prinsip negara hukum rule of law maka sejatinya proses penegakan hukum harus diutamakan daripada alasan politik pemilu,” demikian Nazarudin Umar.(ERM)