Mahasiswa Demo di Kejari Ambon, Teriak Periksa Direktur Politeknik

  • Bagikan
Korupsi politeknik Ambon

Ambon, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Dugaan korupsi di Politeknik Negeri Ambon kembali diungkap puluhan mahasiswa yang berdemo di Kejaksaan Negeri. Mereka mendesak Kejari Ambon memeriksa Direktur Politeknik Negeri Ambon, Dady Mairuhu.

Mereka menuding, ada penyalagunaan anggaran dari dana Rp72 miliar lebih. Namun darimana asal anggaran itu, dan peruntukannya untuk apa massa yang tergabung dalam Koalisi Penggugat Kasus Korupsi Provinssi Maluku (AKPKPM) tidak mengungkapnya.

Gerakan yang dimotori Mahasiswa Politeknik Negeri Ambon, ini dilakukan pada Senin (25/9/2023). Massa dikawal ketat oleh aparat kepolisian.

Koordinator Lapangan (Korlap), Hedar Hayoto ini menjelaskan, anggaran Rp72 miliar itu berasal dari Daftar Penggunaan Anggaran ( Dipa). Dana itu, kata dia, dalam orasi di depan gedung Kejari Ambon.

Hayoto jelas-jelas menuding, Direktur Politeknik Dady Mairuhu terlibat dalam kasus ini. Anehnya, menurut dia, setelah kasus dilaporkan, hingga kini belum juga ada penetapan tersangka.

"Sementara saksi yang sudah diperiksa dan dipanggil itu 80 lebih. Kami ingin menanyakan, bahwa bukti kurang kuat apalagi yang dicari oleh Kejari kemarin," teriak Hayoto dalam orasinya.

"Kemarin pada hari ulang tahun Adhyaksa yang ke-63 itu pimpinan Kejaksaan Negeri Ambon sendiri mengatakan bahwa hadiah dan kado terbaik dari hari ulang tahun Adhyaksa yang ke-63 ini adalah mengangkat status korupsi di Politeknik Negeri Ambon itu dari penyelidikan ke penyelidikan", tekan Hayoto lagi.

Dalam proses pemeriksaan, kata Hayoto, kasidpitsus mengarahkan saksi-saksi untuk mengembalikan kerugian uang negara. Persoalannya, kenapa perintah itu dilakukan saat kasus dalam tahap penyelidikan.

"Kenapa sampai tahap penyelidikan ini baru diminta saksi kembalikan uang negara? Ini kan terindikasi bahwa Jaksa sudah tahu siapa tersangka di balik kasus korupsi ini,” tegas Hayoto.

Sampai saat ini, kata Hayoto, pelapor belum disampaikan informasi dari Kejari Ambon, sampai dimana perkembangan pánanganan kasus tersebut. Padahal, bagi dia, perlapor punya hak untuk mengetahui perkembangan kasusnya.

Menurut Hayoto, pada tanggal 19 September, ada informasi pemanggilan, tapi orang yang dipanggil mangkir. Kemudian pada tanggal 22 September, saksi juga tidak datang.

" kami pikir pelapor tentu punya saksi yang kuat dan bukti yang kuat sampai masuk di tahap penyelidikan. Apa lagi yang mau ditunggu untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini,” kata Hayoto. (Jardin Papalia)

  • Bagikan