Dituntut Jaksa Hanya 2,6 Tahun, ASN di SBB Ini Malah di Vonis Enam Tahun Penjara

  • Bagikan
maluku barat daya
ILUSTRASI

AMBON, AMEKS.FAJAR.CO.ID - Setelah tiga rekannya divonis bersalah pada persidangan Minggu lalu, kini Muhammad Imran Lukman, terdakwa kasus korupsi pengadaan alat rekam e-KTP pada dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Seram Bagian Barat (SBB) divonis 6 Tahun Penjara.

Vonis tersebut dibacakan hakim Wilson Shriver di Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (11/7/2023). Dalam putusan itu, Muhammad Imran Lukman yang merupakan ASN di Dukcapil SBB itu dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar ratusan juta rupiah.

"Berdasar keterangan saksi, alat bukti dan fakta persidangan. Maka, memutuskan, menjatuhkan hukuman kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana selama 6 tahun penjara" kata, hakim dalam putusan.

Selain pidana penjara, Muhammad Lukman Hakim dihukum membayar denda sebesar Rp 300 juta subsider 3 bulan pidana kurungan. Serta diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 411 juta. Dengan ketentuan dalam waktu yang ditentukan tidak dapat mengganti maka ditambah pidana salama 2 tahun. Tegas hakim

Menurut Hakim, Muhammad Imran Lukman, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 Ayat (1) KUHPidana. Jelas hakim.

Putusan tersebut diketahui lebih tinggi dari tuntutan jaksa Reimon, yang menuntut Imran Lukman dengan pidana hanya 2,6 tahun penjara. Namum, berdasar pada hal memberatkan maka putusan tersebut diberatkan.

Hakim menilai, berdasar hal memberatkan perbuatan Imran mengakibatkan kerugian keuangan negara serta tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Sementara hal meringankan, dengan itikad baik Imran Lukman telah mengembalikan sejumlah uang walaupun tidak semua dari hasil kerugian yang diperbuat.

Diberitakan sebelumnya, pada persidangan Jumat (7/7) pekan lalu tiga orang rekannya masing-masing Demianus Ahiyate selaku mantan Kepala Dinas, Claudia Soumeru selaku Direktur Digo Gemilang dan Rusdy Mansur yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) telah divonis bersalah dalam kasus yang sama dengan putusan hukuman bervariasi.

Ketiganya juga dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

Dalam putusan itu, mantan kepala dinas Dukcapil Demianus Ahiyate divonis 6 Tahun Penjara, denda Rp 300.000.000,00 subsidair 3 bulan kurungan, Rusdi Mansur, divonis 3 tahun penjara, denda Rp 200.000.00 subsidair 3 bulan kurungan, dan Cloudya M. Soumeru divonis 3 Tahun penjara, dengan denda Rp 200.000.000 subsidair 3 bulan kurungan.

Selain pidana penjara para terdakwa juga diwajibkan membayar uang penganti masing-masing Demianus Ahiyate sebesar. Rp 70.000.000,00, Cloudya M. Soumeru sebesar Rp 52.500.000,00. Dan Rusdi Mansur sebesar Rp 15.000.000

Putusan ketiganya lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Reymond Noya, yang sebelumnya menuntut para terdakwa Demianus Hayate 3,6 tahun penjara, Claudya M Soumeru selama 2,3 tahun penjara dan Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) Rusdy Mansyur 2,6 tahun penjara.

Menurut Majelis Hakim, para terdakwa terbukti melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, secara melawan hukum tidak melaksanakan tugas penyusunan Rencana Umum Pengadaan (RUP) pada tahap perencanaan yang seharusnya dilakukan secara elektronik menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE).

Mereka tidak menetapkan Spesifikasi Teknis dalam Pengadaan Alat Perekam KTP Elektronik pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil , menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya dalam melakukan pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan metode Pengadaan Langsung, membuat Surat Pernyataan terkait kekurangan barang/alat perekam E-KTP berupa 2 unit Printer, yang sampai saat ini tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Para terdakwa juga a menandatangani Berita acara serah terima barang yang dijadikan dasar sebagai pembayaran termin pekerjaan, meskipun barang yang diterima tidak sesuai dengan Surat Perintah Kerja (SPK), menyuruh atau memerintahkan Panitia Hasil Pemeriksa Pekerjaan (PPHP) untuk menandatangani Berita Acara Pemeriksa Barang.

Padahal barang yang diperiksa belum lengkap sesuai dengan spesifikasi dokumen kontrak, tidak mengendalikan pelaksanaan kontrak dan mengawasi serta memeriksa pekerjaan secara optimal serta menerima imbalan atau komisi yang diberikan oleh saksi Mohamad Imran Lukman dari anggaran Pengadaan Alat Perekam KTP Elektronik pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Sehingga atas perbuatan para terdakwa ini berdasar hasil audit inspektorat terdapat kerugian keuangan negara sebesar Rp 602.635.000,00.

Diketahui, Pada perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Proyek Pengadaan Peralatan Perekaman e-KTP dilingkup Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten SBB Tahun 2018 ini terdapat empat terdakwa yakni, Demianus Ahiyate, Rusdi Mansur, Demianus Ahiyate dan Imran Lukman. Namun, putusan atas perkara e-KTP pada Dukcapil SBB yang di bacakan Majelis Hakim hanya tiga terdakwa Sementara untuk putusan terdakwa Imran Lukman ditunda pada hari Selasa 11 Juli 2023. (YS)

  • Bagikan